Nationalgeographic.co.id – Angelina Arora yang masih bersekolah di Sydney Girls High School ini bukanlah remaja biasa. Di umurnya yang masih muda, Arora sudah menciptakan inovasi untuk mengatasi masalah lingkungan terkait sampah plastik.
Kepada National Geographic, Arora menceritakan saat dia pertama kali memahami dampak limbah plastik terhadap lingkungan.
Suatu hari, saat mengunjungi pasar swalayan, Arora menyadari bahwa sang ibu harus membayar kantung plastik yang digunakan untuk membawa belanjaannya. Karena penasaran, Arora bertanya kepada kasir mengapa itu harus dilakukan. Kasir swalayan menjawab bahwa kebijakan membayar kantung plastik, dimaksudkan untuk membatasi penggunaannya sehingga bisa membantu menyelamatkan Bumi.
Baca Juga : Mengubah Sampah Popok Menjadi Perabot Rumah Tangga, Bagaimana Caranya?
Mendengar hal itu, Arora yang menyukai sains sejak kecil, terpacu untuk menciptakan kantung plastik dari bahan organik sehingga mudah terurai dan tidak membahayakan planet kita. Di usia yang ke-16, Arora pun memulai proyek tersebut.
Namun, perjuangannya tidak mudah. Beberapa eksperimen yang dilakukan Arora dengan bahan-bahan organik seperti kulit pisang mengalami kegagalan. Meski begitu, ia tidak menyerah.
“Setiap kali gagal di laboratorium, aku selalu mengingat kembali alasan aku memulai proyek ini: yaitu agar laut bebas dari pencemaran sampah plastik,” kata Arora.
Ia kemudian mendapat ide untuk menggunakan udang setelah melihat kesamaan kulit hewan tersebut dengan plastik.
“Saya melihat udang dan berpikir: ‘apa yang membuat mereka terlihat seperti plastik? Mungkin aku bisa mengambil kulitnya dan mengikatnya untuk membuat bahan seperti plastik’,” cerita Arora.
“Singkatnya, aku mengekstrak karbohidrat bernama chitin dan secara kimiawi mengubahnya menjadi chitosan. Setelah itu, aku mencampurnya dengan fibroin, protein yang dimiliki kepompong sutra,” paparnya.
Arora menemukan fakta bahwa kombinasi dua bahan organik ini dapat menciptakan material seperti yang biasa digunakan untuk membuat plastik.