Kisah Remaja Kakak Beradik yang Membunuh Nazi Saat Perang Dunia II

By Gita Laras Widyaningrum, Jumat, 21 September 2018 | 18:22 WIB
Kakak beradik Freddie dan Truus Oversteegen. (omgfacts.com)

Ibu mereka setuju, begitu pula kakak beradik tersebut. “Namun kemudian, kami baru tahu bahwa kami harus menyabotase jembatan dan jalur kereta api. Kami juga harus belajar menembak Nazi,” papar Truus kepada Jonker.

Selain menargetkan Nazi, Freddie dan Truus juga membunuh kolaborator Belanda yang menangkap dan membahayakan pengungsi Yahudi dan anggota resistensi.

“Mereka berdua sangat luar biasa,” kata Bas von Benda-Beckmann, mantan peneliti di Netherland’s Institute for War, Holocaust, and Genocide Studies.

“Banyak perempuan yang terlibat dalam gerakan resistensi di Belanda, namun tidak seperti kakak beradik ini. Tidak banyak perempuan yang benar-benar menembak musuhnya dengan tangan mereka sendiri,” tambahnya.

Dalam misi tersebut, Freddie sangat berbakat mengikuti dan mengintai targetnya karena masih muda dan tidak menimbulkan kecurigaan. Benda-Beckmann mengatakan, terkadang mereka akan mengikuti target hingga ke rumah untuk menyergap dan membunuhnya.

Hannie Schaft

Pada 1943, kakak beradik ini menyatukan kekuatan dengan perempuan muda lainnya, yaitu Hannie Schaft.

Hannie merupakan mantan mahasiswa yang tidak melanjutkan pendidikannya karena menolak menandatangani janji kesetiaan pada Jerman.

Bersama-sama, ketiga perempuan ini merencanakan sabotase dan membangun sel pembunuhan.  

Hannie telah menjadi sahabat terbaik Freddie dan Truus. Oleh sebab itu, mereka sangat tersiksa ketika Nazi menangkap dan membunuh Hannie pada 1945, hanya tiga minggu sebelum perang berakhir di Eropa.

Baca Juga : Las Soldaderas, Perempuan-perempuan Perkasa di Balik Revolusi Meksiko

Setelah perang selesai, kakak beradik Oversteegen tersebut mengalami trauma membunuh orang dan sedih karena kehilangan sahabat terbaik mereka. Truus menciptakan patung, sementara Freddie menikah dan memiliki anak untuk menyembuhkan traumanya.

Meski begitu, pengalaman perang tetap membuat mereka sulit tidur setiap malam.

Kedua perempuan ini sama-sama meninggal pada usia ke-92. Truus meninggal di 2016 lalu, sementara Freddie pada 5 September 2018. Mereka sempat mendapat penghargaan Mobilisatie-Oorlogskruis atau War Mobilization Cross atas jasa-jasanya kepada negara.