(benito_anu/Getty Images/iStockphoto)
Nationalgeographic.co.id - Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati setiap tanggal 1 Oktober, berkaitan erat dengan peristiwa G30S PKI atau Gestapu 1965 yang terjadi pada 30 September 1965.
Peringatan ini menyusul dikeluarkannya SK No 153/1967 pada 27 September 1967 oleh Presiden Jenderal Soeharto. Hal ini dipicu oleh peristiwa yang menewaskan enam jenderal dan satu ajudan pada 30 September 1965.
Saat itu, otoritas militer dan kelompok keagamaan terbesar menyebarkan informasi bahwa insiden yang terjadi merupakan usaha Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk mengganti Ideologi Bangsa Indonesia yaitu Pancasila.
Baca Juga : Amar Bharati, Petapa India Mengangkat Lengan Kanannya Selama 45 Tahun
Dilansir dari Kompas.com, Staf Pusat Studi Pancasila UGM, Diasma Sandi Swandaru menuliskan bahwa sejak peristiwa itu, serangkaian peringatan dilakukan mulai dari pemasangan bendera setengah tiang, peringatan Hari Kesaktian Pancasila, pembuatan Monumen Pancasila, dan pemberian gelar sebagai Pahlawan Revolusi terhadap korban gerakan itu.
Instansi pemerintah dan sekolah juga mewajibkan untuk melaksanakan upacara bendera. Pemerintah kala itu percaya bahwa cara-cara ini sejalan dengan perjuangan membela Pancasila.
Hingga akhirnya usaha komunisme untuk mengganti ideologi Pancasila mengalami kegagalan. Itu sebabnya pada tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Pancasila terbukti dapat mencegah dan membungkam komunis dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dari Indonesia.
Baca Juga : Apakah Berpikir Bisa Membakar Kalori Lebih Banyak? Ini Penjelasan Ahli
Sebelumnya, PKI dianggap telah melakukan sebuah gerakan kudeta untuk mengambil alih kekuasaan di negeri ini. Kala itu, kekuatan politik dikuasai oleh tiga kekuatan yang besar yakni Nasionalis, Agamais, dan Komunis. Kondisi semakin diperparah dengan meningkatnya inflasi negara yang semakin memperburuk keadaan.
Peristiwa Gestapu 1965 merupakan tragedi nasional di mana Dasar Negara Pancasila akan diganti menjadi komunisme oleh PKI. Namun, beruntung karena Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan rakyat di bawah pimpinan Soeharto dapat menggagalkan usaha PKI. Sehingga Pancasila masih menjadi dasar negara Republik Indonesia.
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila menjadi bukti sejarah bahwa bangsa ini dapat bertumbuh menjadi bangsa yang besar dan mampu menggerakkan seluruh bangsa untuk bersatu dan memaknai Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa.
1 Oktober adalah peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Peringatan ini menyusul dikeluarkannya SK No 153/1967 27 September 1967 oleh Presiden Jenderal Soeharto. Hal ini dilatarbelakangi terjadinya peristiwa tragedi berdarah yang menewaskan enam jenderal pada 30 September 1965. Sejak peristiwa itu, serangkaian peringatan gencar dilakukan, dari pemasangan bendera setengah tiang, peringatan Hari Kesaktian Pancasila, pembuatan Monumen Pancasila, dan pemberian gelar sebagai Pahlawan Revolusi terhadap korban gerakan itu. Maka tidak heran bila instansi pemerintah dan sekolah wajib melaksanakan upacara bendera. Pemerintah waktu itu meyakini, hal tersebut adalah pertarungan ideologi Pancasila dengan komunisme. Genderang perang terhadap komunis langsung ditabuh. Aksi sapu bersih telah menewaskan lebih dari 500.000 warga, dan ribuan warga lain dipenjara tanpa pernah ada proses pengadilan karena mereka di cap komunis dan anti-Pancasila. Dengan demikian, Pancasila terbukti ampuh dan berhasil menghalau dan menumpas komunis dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dari muka bumi Indonesia dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari kehancuran pada percobaan kudeta PKI tahun 1965. Kemenangan dan keberhasilan, inikah yang kemudian dinamakan kesaktian Pancasila? Orba sangat piawai dalam meracik Pancasila sebagai senjata ampuh dalam upaya menggapai kekuasaan, yaitu sebagai pihak yang mempunyai tafsir tunggal Pancasila. Maka tidak mengherankan upaya-upaya mempancasilakan warga begitu getol dilakukan, mulai penataran P4 hingga pembentukan lembaga dan ormas yang berembel-embel dengan nama Pancasila. Bila ada lawan politik yang membahayakan kekuasaan, tidak jarang mereka dituduh sebagai anti-Pancasila dan di-PKI-kan. Kata-kata inilah yang sangat ampuh untuk melumpuhkan pihak-pihak yang tidak disukai. Upaya-upaya indoktrinasi yang dilakukan selama 32 tahun ternyata tidak mampu menyentuh kesadaran dan pemahaman publik atas dasar negara. Selama ini rakyat lebih memaknai Pancasila sebagai konsepsi dan perjuangan alat politik penguasa. Pancasila yang merupakan ideologi yang hidup dalam jiwa dan kehidupan rakyat Indonesia yang digali oleh Soekarno telah dimonopoli penguasa Orba dengan memberikan tafsir tunggal sesuai keinginannya yang mengarah ke otoritarian. Sikap otoriter menjadi penyebab munculnya gerakan Reformasi 1998 yang meruntuhkan rezim Orba. Bila dahulu rezim Orba menahbiskan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila, pertanyaannya, kapan Pancasila akan menunjukkan kembali kesaktiannya? Kesaktian Pancasila tidak memerlukan hal-hal yang sifatnya formal, seperti penerbitan SK ataupun peringatan-peringatan. Pancasila sebagai nilai yang sudah hidup ratusan tahun dan mengakar dalam jiwa bangsa Indonesia. Ia ada dalam alam kesadaran masyarakat sebagai alam sadar orang akan tergerak melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat seperti halnya menjaga kebersamaan, prinsip-prinsip nilai kebenaran dan keadilan. Pada masa Orba, Pancasila digerakkan dari atas melalui program- program yang telah dirumuskan pemerintah, top down. Di era reformasi, negara hampir jarang menyebut kata Pancasila, terlebih membuat program yang berbau Pancasila. Pancasila sengaja dibiarkan tanpa ada perhatian yang serius dari negara. Di saat seperti itulah, muncul keunikan bangsa ini, yaitu nilai-nilai Pancasila terus hidup sebagai akar falsafah bangsa. Kemudian Pancasila mengeluarkan kesaktiannya dengan membangkitkan kesadaran publik tentang nilai-nilai kebenaran yang diyakini secara substansial. Kebenaran tidak hanya milik penguasa semata, tetapi rakyat sudah mampu membedakan dan memilah apa yang dinamakan sebagai kebenaran yang hidup. Ada dua arus kesaktian Pancasila, arus atas dan bawah. Arus atas, kesaktian Pancasila diwujudkan oleh kelompok menegah-atas dengan pembelaan terhadap kriminalisasi pimpinan KPK, Bibit-Candra. Arus bawah, kesaktian Pancasila diwujudkan dalam perlawanan rakyat kecil, Ibu Prita dalam menghadapi RS Omni Internasional. Aksi koin peduli Prita dan dukungan masyarakat terhadap KPK melalui gerakan sosial merupakan bentuk nyata protes masyarakat terhadap ketidakadilan dan kebenaran. Protes itu menunjukkan buruknya pengadilan di Indonesia. Dari dua kasus tersebut, baik masyarakat dan pers secara sadar telah membangkitkan kesadaran kolektif untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, kebenaran, dan keadilan sosial. Seiring derasnya arus globalisasi dan permasalahan bangsa kekinian, nilai-nilai Pancasila harus selalu dihidupkan agar bisa hadir di tengah-tengah masyarakat. Permasalahan bangsa sudah kompleks. Segala macam bencana baik bencana alam dan sosial terus melanda bangsa ini. Persatuan dan kesatuan mulai rapuh di tengah pertikaian para elite yang menjalar ke bawah, bahkan akhir-akhir ini konflik sesama warga terjadi di Tarakan, Kalimantan Timur, kemanusiaan dan ketuhanan semakin sirna di beberapa daerah dengan adanya kekerasan terhadap jemaat HKBP di Bekasi. Rasa keadilan sosial menjadi harapan yang semakin menjauh dari masyarakat. Penegakan Pancasila sebagai ideologi yang beradab dan bermartabat di tengah-tengah era globalisasi ini sangat penting. Pancasila diletakkan sebagai falsafah dan dasar negara untuk memperkokoh kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita tidak bisa lepas dan lari dari gempuran modernitas dan globalisasi. Peringatan Hari Kesaktian Pancasila adalah bukti sejarah bahwa bangsa ini bisa bertumbuh menjadi bangsa yang besar ketika mampu menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk bersatu dan memaknai Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa. Artikel ini telah tayang di
Kompas.com dengan judul "Mencari Kesaktian Pancasila",
https://regional.kompas.com/read/2010/10/02/15402516/Mencari.Kesaktian.Pancasila.
1 Oktober adalah peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Peringatan ini menyusul dikeluarkannya SK No 153/1967 27 September 1967 oleh Presiden Jenderal Soeharto. Hal ini dilatarbelakangi terjadinya peristiwa tragedi berdarah yang menewaskan enam jenderal pada 30 September 1965. Sejak peristiwa itu, serangkaian peringatan gencar dilakukan, dari pemasangan bendera setengah tiang, peringatan Hari Kesaktian Pancasila, pembuatan Monumen Pancasila, dan pemberian gelar sebagai Pahlawan Revolusi terhadap korban gerakan itu. Maka tidak heran bila instansi pemerintah dan sekolah wajib melaksanakan upacara bendera. Pemerintah waktu itu meyakini, hal tersebut adalah pertarungan ideologi Pancasila dengan komunisme. Genderang perang terhadap komunis langsung ditabuh. Aksi sapu bersih telah menewaskan lebih dari 500.000 warga, dan ribuan warga lain dipenjara tanpa pernah ada proses pengadilan karena mereka di cap komunis dan anti-Pancasila. Dengan demikian, Pancasila terbukti ampuh dan berhasil menghalau dan menumpas komunis dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dari muka bumi Indonesia dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari kehancuran pada percobaan kudeta PKI tahun 1965. Kemenangan dan keberhasilan, inikah yang kemudian dinamakan kesaktian Pancasila? Orba sangat piawai dalam meracik Pancasila sebagai senjata ampuh dalam upaya menggapai kekuasaan, yaitu sebagai pihak yang mempunyai tafsir tunggal Pancasila. Maka tidak mengherankan upaya-upaya mempancasilakan warga begitu getol dilakukan, mulai penataran P4 hingga pembentukan lembaga dan ormas yang berembel-embel dengan nama Pancasila. Bila ada lawan politik yang membahayakan kekuasaan, tidak jarang mereka dituduh sebagai anti-Pancasila dan di-PKI-kan. Kata-kata inilah yang sangat ampuh untuk melumpuhkan pihak-pihak yang tidak disukai. Upaya-upaya indoktrinasi yang dilakukan selama 32 tahun ternyata tidak mampu menyentuh kesadaran dan pemahaman publik atas dasar negara. Selama ini rakyat lebih memaknai Pancasila sebagai konsepsi dan perjuangan alat politik penguasa. Pancasila yang merupakan ideologi yang hidup dalam jiwa dan kehidupan rakyat Indonesia yang digali oleh Soekarno telah dimonopoli penguasa Orba dengan memberikan tafsir tunggal sesuai keinginannya yang mengarah ke otoritarian. Sikap otoriter menjadi penyebab munculnya gerakan Reformasi 1998 yang meruntuhkan rezim Orba. Bila dahulu rezim Orba menahbiskan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila, pertanyaannya, kapan Pancasila akan menunjukkan kembali kesaktiannya? Kesaktian Pancasila tidak memerlukan hal-hal yang sifatnya formal, seperti penerbitan SK ataupun peringatan-peringatan. Pancasila sebagai nilai yang sudah hidup ratusan tahun dan mengakar dalam jiwa bangsa Indonesia. Ia ada dalam alam kesadaran masyarakat sebagai alam sadar orang akan tergerak melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat seperti halnya menjaga kebersamaan, prinsip-prinsip nilai kebenaran dan keadilan. Pada masa Orba, Pancasila digerakkan dari atas melalui program- program yang telah dirumuskan pemerintah, top down. Di era reformasi, negara hampir jarang menyebut kata Pancasila, terlebih membuat program yang berbau Pancasila. Pancasila sengaja dibiarkan tanpa ada perhatian yang serius dari negara. Di saat seperti itulah, muncul keunikan bangsa ini, yaitu nilai-nilai Pancasila terus hidup sebagai akar falsafah bangsa. Kemudian Pancasila mengeluarkan kesaktiannya dengan membangkitkan kesadaran publik tentang nilai-nilai kebenaran yang diyakini secara substansial. Kebenaran tidak hanya milik penguasa semata, tetapi rakyat sudah mampu membedakan dan memilah apa yang dinamakan sebagai kebenaran yang hidup. Ada dua arus kesaktian Pancasila, arus atas dan bawah. Arus atas, kesaktian Pancasila diwujudkan oleh kelompok menegah-atas dengan pembelaan terhadap kriminalisasi pimpinan KPK, Bibit-Candra. Arus bawah, kesaktian Pancasila diwujudkan dalam perlawanan rakyat kecil, Ibu Prita dalam menghadapi RS Omni Internasional. Aksi koin peduli Prita dan dukungan masyarakat terhadap KPK melalui gerakan sosial merupakan bentuk nyata protes masyarakat terhadap ketidakadilan dan kebenaran. Protes itu menunjukkan buruknya pengadilan di Indonesia. Dari dua kasus tersebut, baik masyarakat dan pers secara sadar telah membangkitkan kesadaran kolektif untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, kebenaran, dan keadilan sosial. Seiring derasnya arus globalisasi dan permasalahan bangsa kekinian, nilai-nilai Pancasila harus selalu dihidupkan agar bisa hadir di tengah-tengah masyarakat. Permasalahan bangsa sudah kompleks. Segala macam bencana baik bencana alam dan sosial terus melanda bangsa ini. Persatuan dan kesatuan mulai rapuh di tengah pertikaian para elite yang menjalar ke bawah, bahkan akhir-akhir ini konflik sesama warga terjadi di Tarakan, Kalimantan Timur, kemanusiaan dan ketuhanan semakin sirna di beberapa daerah dengan adanya kekerasan terhadap jemaat HKBP di Bekasi. Rasa keadilan sosial menjadi harapan yang semakin menjauh dari masyarakat. Penegakan Pancasila sebagai ideologi yang beradab dan bermartabat di tengah-tengah era globalisasi ini sangat penting. Pancasila diletakkan sebagai falsafah dan dasar negara untuk memperkokoh kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita tidak bisa lepas dan lari dari gempuran modernitas dan globalisasi. Peringatan Hari Kesaktian Pancasila adalah bukti sejarah bahwa bangsa ini bisa bertumbuh menjadi bangsa yang besar ketika mampu menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk bersatu dan memaknai Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa. Artikel ini telah tayang di
Kompas.com dengan judul "Mencari Kesaktian Pancasila",
https://regional.kompas.com/read/2010/10/02/15402516/Mencari.Kesaktian.Pancasila.