Memperingati Hari Batik Nasional, Inilah Sejarah Batik di Indonesia

By Nesa Alicia, Selasa, 2 Oktober 2018 | 12:04 WIB
Batik (Nisangha)

Nationalgeographic.co.id - Hari Batik Nasional jatuh pada tanggal 2 Oktober setiap tahunnya. Warisan masyarakat Jawa ini bahkan telah diakui UNESCO sebagai salah satu warisan budaya lisan dan budaya tak-benda sejak 2 Oktober 2009.

Batik merupakan hasil kerajinan dengan nilai seni yang tinggi. Ia telah menjadi bagian dari budaya Indonesia -- terutama di Jawa -- sejak lama.

Pada zaman dulu, wanita Jawa membuat keterampilan batik sebagai mata pencaharian. Batik pada masa lalu dianggap sebagai karya eksklusif  wanita, hingga ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan pria dapat ikut membuat batik. 

Baca Juga : Mengenal Ragam dan Motif Batik yang Menjadi Kekayaan Khas Indonesia

Secara etimologis, kata batik berasal dari bahasa Jawa, yaitu "amba" yang berarti "menulis" dan "tik" yang berarti "titik". Kata ini kemudian berkembang menjadi istilah "batik".

Istilah tersebut menggambarkan cara membuat titik dengan lilin yang menetes pada kain. Batik juga dikaitkan dengan teknik atau proses dari awal pembuatan motif hingga warna yang akan dicelupkan. 

Salah satu ciri khas batik adalah cara menggambar motif pada kain yang menggunakan alat khusus yang disebut canting.

Batik pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto yang saat itu mengenakan batik di Konferensi PBB. Sejak itu, batik semakin kenal luas dan mendunia.

Sejarah Batik

Mesir Kuno

Perkembangan sejarah batik di Indonesia dimulai pada zaman kuno. Kala itu, teknik mewarnai kain dengan menggunakan lilin merupakan salah satu bentuk seni kuno. Teknik yang ditemukan di Mesir ini telah dikenal sejak abad ke-4 SM, dengan penemuan kain pembungkus mumi yang dilapisi lilin sehingga membentuk sebuah pola. 

Di Asia, teknik serupa juga diterapkan di Cina pada masa Dinasti Tang (618-907) serta di India dan Jepang pada periode Nara (645-794). 

Sedangkan di Afrika, teknik ini dikenal oleh suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.

Era Kerajaan Majapahit

Berdasarkan sejarah perkembangannya, batik ternyata telah berkembang sejak zaman Majapahit. Mojokerto adalah pusat kerajaan Majapahit di mana batik dikenal pada saat itu. Salah satu kota di Jawa Timur, Tulung Agung juga tercatat dalam sejarah batik.

Tulung Agung yang dikenal sebagai Bonorowo, kala itu dikuasai oleh Adipati Kalang yang tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit. Akibatnya, sempat terjadi pertempuran di sekitar desa Kalangbret yang menyebabkan Adipati Kalang tewas dan Majapahit berhasil menguasai Tulung Agung. 

Sejak itu, banyak prajurit yang tinggal di wilayah Tulung Agung mulai membawa budaya batik dari Majapahit. Mereka adalah orang-orang yang mengembangkan batik. 

Dalam perkembangannya, batik Mojokerto dan Tulung Agung banyak dipengaruhi oleh batik Yogyakarta. Ini karena selama bentrokan tentara kolonial Belanda dengan pasukan Pangeran Diponegoro, beberapa pasukan Kyai Mojo mengundurkan diri ke arah timur di daerah Majan. 

Oleh karena itu, karakteristik batik Kalangbret dari Mojokerto hampir sama dengan batik Yogyakarta, yang pada dasarnya putih, warnanya coklat muda dan biru gelap.

Era Penyebaran Islam

Batoro Katong Raden yang merupakan keturunan kerajaan Majapahit membawa ajaran Islam ke Ponorogo, Jawa Timur. Dalam perkembangan Islam di Ponorogo, terdapat sebuah pesantren yang terletak di daerah Tegalsari yang dipimpin oleh Kyai Hasan Basri yang merupakan menantu raja Kraton Solo. 

Batik kala itu masih terbatas di lingkungan istana sampai akhirnya dibawa keluar dari istana dan dikembangkan di Ponorogo. Daerah batik tua yang dapat dilihat sekarang adalah daerah Kauman dari Kepatihan Wetan yang meluas ke desa Ronowijoyo, Mangunsuman, Kertosari, Setono, Cokromenggalan, Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Bekasi, Banyudono dan Ngunut.

Era Kolonial

Era ini menjadi sejarah terakhir batik Indonesia. Dalam sastra Eropa, teknik batik pertama kali dijelaskan dalam buku Sejarah Jawa (London, 1817) yang ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles. Dia merupakan gubernur di Jawa selama Napoleon menduduki Belanda. 

Pada tahun 1873, Van Rijekevorsel, seorang pedagang Belanda, memberikan sepotong batik yang diperoleh selama kunjungan ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam.

Baca Juga : Demi Melindungi Diri, Wanita Apatani Melubangi Hidung dan Menato Wajah

Pada awal abad ke-19 batik mulai berkembang dan semakin dikenal.

Pada tahun 1900, batik dipamerkan di Exposition Universelle, Paris yang membuat publik dan seniman kagum.

Sejak industrialisasi dan globalisasi yang memperkenalkan teknik otomatisasi, jenis-jenis batik baru bermunculan -- mulai dikenal sebagai batik cap dan batik cetak. Sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan masih dibuat menggunakan canting dan lilin.