Foto-foto Pajeko, Perahu dan Penangkapan Ikan di Pulau Makian

By National Geographic Indonesia, Senin, 8 Oktober 2018 | 14:23 WIB
(Feri Latief)

Nationalgeographic.co.id - Pukul 03.00 WIT, saya dibangunkan oleh Ridwan Sarian (29), nelayan yang rumahnya saya tinggali di Pulau Makian (baca: Makeang), Maluku Utara.

“Jadi ikut pajeko?” Tanya Ridwan sambil membangunkan saya. Seketika saya terbangun dan bergegas untuk cuci muka, sebelum berangkat ke pantai Rabutdayo, di mana perahu pajeko yang ingin saya naiki sedang disiapkan. Perahu akan menyisir laut sekitar pulau untuk menangkap ikan.

Bangun pada pukul 03.00 bukanlah hal yang baru bagi nelayan pajeko. Walau tidak dilakukan setiap hari, namun mereka terbiasa ketika musim menangkap ikan—tiga kali setahun—datang, yakni pada bulan Agustus hingga Oktober.

Baca Juga : Julia Pastrana, 'Wanita Kera' yang Dieksploitasi Selama 153 Tahun

Sebenarnya pajeko adalah nama perahu nelayan Indonesia timur. Namun kemudian nama Pajeko juga digunakan untuk menyebut kegiatan nelayan menangkap ikan dengan perahu tersebut.

(Feri Latief)

Perahu dengan panjang 18 meter dan lebar 4 meter ini digerakan dengan empat motor tempel di buritan. Perahu yang cukup besar dan dapat memuat 17 hingga 20 orang, termasuk saya di dalamnya yang penasaran dengan cara menangkap ikan di pajeko.

Rupanya pajeko berlayar tidak sendiri. Sebuah perahu cepat berukuran kecil mengiringi pajeko sambil menarik rompong, yaitu sejenis rakit kecil yang digunakan nelayan untuk mengamati ikan.

Tak lama kemudian sekitar pukul 04.00 WIT kami sudah sampai di lokasi penangkapan. Perahu cepat menarik rompong yang diatasnya sudah terdapat seorang nelayan untuk mengamati pergerakan ikan di bawah. Tidak hanya mengamati, nelayan ini juga akan memberi arahan kepada awak pajeko dan perahu cepat.

(Feri Latief)

Lampu senter di atas rompong pun dinyalakan, tujuannya adalah untuk menarik perhatian ikan. Sambil menunggu, pajeko dan perahu cepat pun mengamati dari jauh dengan mesin kapal dalam keadaan mati. Mereka menunggu aba-aba dari nelayan yang berada di rompong.

Proses menunggu ini terasa lama. Sudah lebih dari satu jam kami menunggu sambil terombang-ambing. Suasa saat itu sangat sunyi, bahkan hampir semua orang saat itu tertidur. Sesekali suara ngorok terdengar.