Nationalgeographic.co.id - Melelehnya es di laut Arktika bisa memiliki dampak yang luas: yakni membuka jalur baru bagi penyebaran virus mematikan yang menyerang mamalia laut. Sebuah studi berusia 15 tahun yang dipublikasikan pada Scientific Reports, menyoroti kerentanan perubahan lingkungan tersebut bagi spesies Kutub Utara.
Virus yang mengkhawatirkan ini dikenal dengan nama virus phocine distemper. Ia pertama kali dikenal sebagai patogen penting pada 1988, ketika menyebabkan wabah dan kematian massal di Samudra Atlantik Utara.
"Virus ini menyebabkan gangguan pernapasan dan penyakit saraf (seperti kejang-kejang) pada beberapa spesies," papar Tracey Goldstein, Direktur One Health Institute di UC Davis School of Veterinary Medicine.
Baca Juga: Jakarta Diprediksi Tenggelam Pada 2050, Bagaimana Mencegahnya?
Diketahui bahwa virus phocine distemper (PDV) menjadi patogen yang bertanggung jawab bagi kematian ribuan anjing laut di Atlantik Utara pada 2002 dan berang-berang laut Alaska pada 2004. Saat itu, para peneliti belum mengerti bagaimana, kapan, dan mengapa virus tersebut dapat menyebar.
Namun kini, sebuah studi terbaru menyatakan bahwa hilangnya es memengaruhi kemampuan hewan untuk mencari rute baru--meningkatkan peluang yang lebih besar untuk melakukan kontak dengan hewan terinfeksi virus.
"Secara umum, morbillivirus ditularkan melalui liur atau kontak cairan ketika hewan berada dalam jarak dekat dan bersentuhan satu sama lain," kata Goldstein.
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang penyebaran PDV, peneliti kemudian mengambil dan mengumpulkan sampel berbagai spesies anjing laut dan berang-berang laut yang terinfeksi virus phocine distemper dari 2001-2016. Mereka juga mengumpulkan sampel hewan yang sudah mati atau terdampar.
Sementara itu, data satelit dan analisis laut digunakan untuk menghubungkan pergerakan hewan di rute perairan terbuka dan penyebaran virus.
Baca Juga: Sekelompok Paus Terlihat Berenang di 'Pulau Sampah' Samudra Pasifik
"Puncak penyebaran dan infeksi PDV berkaitan dengan penurunan luas es di Kutub Utara. Dengan begitu, bisa dibilang ada hubungan antara perubahan iklim dan penyebaran virus tersebut. Dengan semakin mencairnya es, maka semakin besar risiko infeksi PDV," imbuh Goldstein.
Perubahan iklim memang membentuk ulang lingkungan Arktika dengan berbagai pengaruh kompleks. Menurut National Snow and Ice Data Center, luas es Arktika bulan lalu menjadi yang kedua terendah dalam catatan.
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR