Nationalgeographic.co.id - Para ilmuwan dikejutkan oleh kemunculan “rare pink slugs” pascakebakaran dahsyat yang menghanguskan sebagian besar habitatnya di Australia. Spesies siput langka ini hanya ditemukan di Gunung Kaputar.
Melansir CNN, penjaga Taman Nasional New South Wales menjumpai sekitar 60 siput Gunung Kaputar setelah hujan turun akhir-akhir ini.
Padahal sebelumnya, para ahli ekologi di University of Sydney memprediksi kelangsungan hidup siput merah jambu ini akan senasib dengan setengah miliar hewan yang tewas akibat kebakaran panjang hutan di Australia.
“Ada kekhawatiran mengenai spesies langka ini setelah kebakaran berdampak pada banyak habitatnya. Siput merah mungkin tidak selucu koala atau walabi, tetapi spesies ini juga memainkan peran penting dalam ekosistemnya,” ungkap pihak Taman Nasional New South Wales dalam akun Facebook mereka.
Baca Juga: Karya-karya Seni Ini Menampilkan Keindahan Botani dan Zoologi Bumi
Siput Gunung Kaputar memiliki ukuran hingga 20 sentimeter (7,9 inci). Sebagian besar dari mereka tidak dipelajari hingga 2013 ketika diidentifikasi sebagai spesies baru. Para peneliti sebelumnya mengira itu adalah variasi siput segitiga merah yang juga ditemukan di New South Wales.
Meski belum lama diidentifikasi, tapi spesies ini telah masuk ke daftar merah hewan terancam punah menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN). Habitat mereka yang berada di daerah tinggi sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Frank Kohler, ilmuwan sekaligus peneliti senior malakologi di Australian Museum, mengatakan kepada CNN bahwa Taman Nasional Gunung Kaputar adalah rumah bagi sekitar 20 spesies siput dan siput endemik, dan dikenal sebagai komunitas ekologi yang terancam punah.
"Ini merupakan kabar baik. Penemuan siput merah memberi kita harapan bahwa mungkin dampak dari kebakaran tidak separah yang kita duga," kata Kohler.
Baca Juga: Tak Sengaja Menelan Sampah, Tinja Penyu Ini Berisi Plastik
Ia menambahkan, sama seperti banyak spesies lainnya, siput langka ini juga telah berevolusi untuk menghadapi api: mereka akan mundur ke celah pelindung seperti batu.
Meskipun sumber makanan utama mereka--jamur dan lumut--terkena dampak kobaran api, tapi Kohler percaya bahwa itu akan tumbuh kembali di bawah kondisi yang tepat.
Source | : | CNN |
Penulis | : | Daniel Kurniawan |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR