Nationalgeographic.co.id – Ketika berbicara tentang Labuan Bajo atau Flores, mungkin yang terpikir pertama kali adalah Taman Nasional Komodo. Ini tidak mengherankan karena Taman Nasional Komodo menjadi salah satu daya tarik wisata utama di wilayah tersebut. Namun, selain menjadi rumah bagi spesies langka dan terkenal akan keindahan alamnya, Labuan Bajo—dan Manggarai secara keseluruhan—menyimpan kekayaan kuliner yang khas.
“Labuan Bajo merupakan pintu masuk ke Manggarai. Tidak hanya komodo, di sana banyak budaya kuliner yang masih tersembunyi dan sangat berbeda dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia,” ungkap Michael Irawan Wahyu Agung, chef sekaligus praktisi kuliner, dalam sesi #BerbagiCerita: Singkap Kehidupan Geografis Manggarai dari Racikan Menunya, pada Kamis (2/7).
Sadar bahwa kuliner khas Manggarai belum banyak dieksplor, Chef Michael pun berinisiatif memulai gerakan “Sedapkan Manggarai”. Menurutnya, ini menjadi bentuk kepedulian untuk menelisik dan mengenalkan kekayaan rasa di Manggarai.
“Saat ini, baru ada lima persen masakan khas Manggarai yang dikenal. Sisanya belum diketahui karena berada di pelosok dan belum sampai ke lidah banyak orang,” tambah Michael.
Ia menjelaskan bahwa dilihat secara geografis, karakter vegetasi di Manggarai sangat beragam. Hal inilah yang akhirnya memengaruhi makanan-makanan lokal.
Baca Juga: Sedapkan Manggarai: Cengkerama Kuliner dan Masyarakat Labuan Bajo
Di Labuan Bajo sendiri, kekayaan rasa yang ditawarkan lebih vibrant dan dinamis karena banyak suku bangsa yang berkumpul di sana. Semua rasa masuk menjadi satu, mulai dari pedas, asam, asin, hingga manis. Ikan kuah asam menjadi salah satu identitas Labuan Bajo. Anda akan sering menemukan makanan ini di sana.
Menurut Chef Michael, karakter orang pesisir mayoritas egaliter sehingga mudah menerima kebudayaan baru. Bagi mereka, apa pun yang datang layak untuk dicoba, sehingga akhirnya makanan-makanan dari pesisir itu terpengaruh dari berbagai sumber.
Sementara itu, untuk wilayah Manggarai di pegunungan, rasa yang ditawarkan masih asli dan raw. Kita masih bisa mengecap rasa daging sapi, ayam, dan ikan, dengan jelas sesuai aslinya.
“Biasanya ada masakan dengan banyak bumbu sehingga menutup rasa daging. Namun, ini tidak,” kata Chef Michael.
Ia menambahkan, orang-orang Manggarai yang tinggal di gunung lebih dekat dengan alam. Oleh sebab itu, makanannya tentu akan berupa makanan cenderung hambar, bersifat relaksasi. Selain itu, mereka juga kerap menggunakan bahan-bahan lokal yang didapat dari kebun dan langsung dihidangkan (from farm to table).
“Saya bisa bilang, masakan di Manggarai masih autentik—baik yang dikonsumsi harian atau pada perayaan besar. Kebanaykan masih sangat khas dan asli,” imbuhnya.
Lomak menjadi signature dish di Manggarai karena memiliki “asosiasi rasa” yang lebih mudah. Menu ini menggunakan bahan asli Manggarai, yaitu biji waluh, yang mudah didapatkan di wilayah tersebut dan memberikan rasa yang berbeda.
Selain makanan, kekayaan kuliner di Labuan Bajo terletak pada kopi. Menurut Wenti Romas, Youth Coffepreneur Manggarai dan pemilik Kopi Mane, kopi sudah mendarah daging dan menjadi bagian hidup masyarakat Manggarai.
“Kopi selalu ada di setiap rumah di Manggarai. Bahkan di sana kita pun akan terbiasa melihat anak kecil yang sudah sering menyesap kopi,” papar Wenti yang juga menjadi pembicara pada sesi #BerbagiCerita: Singkap Kehidupan Geografis Manggarai dari Racikan Menunya.
Juria, jenis kopi yang masuk ke varian Arabica, merupakan ciri khas wilayah ini. Kisah kopi Juria bermula pada tahun 1937-an. Kala itu, pemerintah Hindia Belanda menghadiahkan bibit kopi Juria kepada masyarakat Manggarai. Jenis kopi ini sangat langka dan tidak bisa ditanam di tempat lain. Ia juga hanya panen dua tahun sekali—menjadikannya sangat spesial.
Awal-awal, karena masa panennya lama, banyak warga Manggarai yang menyerah membudidayakan kopi Juria. Pasalnya, mereka butuh uang untuk membiayai kehidupan sehari-hari sehingga tidak mungkin menunggu panen dua tahun sekali. Namun, pada akhirnya, kopi Juria dikembangkan karena memiliki cita rasa yang sangat berbeda atau unik.
Saat menyesap kopi Juria, Anda bisa merasakan karamel, tembakau, serta rempah sekaligus. Pencinta kopi di Madrid pun, memberikan julukan Legal Drug Coffee karena membuat orang ketagihan bila telah mencoba kopi ini.
“Kopi Juria punya rasa spicy dan rempah yang cukup kuat. Dan ini tidak bisa ditemukan di tempat lain,” kata Wenti.
Baca Juga: Sedapkan Manggarai: Cengkerama Kuliner dan Masyarakat Labuan Bajo
Melihat kekhasan kuliner Manggarai, Chef Michael melalui Sedapkan Manggarai dan Wenti Romas yang bergelut sebagai pegiat Youth Coffepreneur Manggarai ingin melestarikan kekayaan rasa di wilayah tersebut.
Menurut Chef Michael, cara mengikat turis secara emosional, salah satunya adalah dengan makanan. Dari bercerita tentang bahan pembuatan kemudian merasakan sendiri keunikan rasanya, menciptakan bonding bagi para traveler dengan tempat yang dikunjungi.
“Tourism adalah tentang manusia. Dia ingin mengenal kebudayaan lain yang tidak ada di tempat asalnya, termasuk makanan. Turis itu kalo traveling selama empat hari, satu harinya akan dia gunakan untuk mencicipi makanan lokal. Itulah sebabnya kuliner menjadi salah satu hal yang paling menarik dari destinasi,” pungkas Chef Michael.
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR