Nationalgeographic.co.id – Bali merupakan salah satu pulau di Nusantara yang terkenal akan keeksotisan pantainya. Selain itu, Bali juga memiliki beragam kearifan lokal akan budaya yang juga menarik perhatian wisatawan baik domestik maupun mancanegara
Namun, di sudut bagian Utara Pulau Dewata ini, terdapat pojok terpencil tempat sekumpulan masyarakat menjalani kehidupan mereka dalam sunyi.
Tempat itu bernama Desa Bengkala, desa kecil yang terletak di Kabupaten Buleleng, Bali. Berjarak 100 kilometer (km) dari ibukota Bali, Denpasar, membuat desa ini terbilang cukup terpencil.
Meski jauh dari keramaian, desa ini kerap mengadakan pagelaran seni tari. Tentu saja, masyarakatnya tak ingin melewatkan kesempatan menarik para wisatawan dengan menyajikan budaya Bali lewat tarian yang indah.
Baca Juga: Pesta Kesenian Bali, Budaya Mengikat Perbedaan dan Memikat Wisatawan
Iringan musik yang melantun seirama dengan gerakan para penarinya. Namun, siapa sangka, para penari tersebut tidak mengandalkan irama musik saat menari. Mereka hanya bergerak sesuai dengan insting dan hasil latihan selama berbulan-bulan lamanya.
Mereka adalah para seniman disabilitas bisu tuli, yang dalam bahasa Bali disebut dengan kolok. Jumlah komunitas kolok menempati 2 persen dari jumlah warga Desa Bengkala.
Namun, keterbatasan yang mereka miliki, tidak membuat komunitas kolok berhenti menghayati seni tari, meskipun dalam sunyi.
Seni tari Jalak Anguci dan Bebila
Sebagai desa adat yang masih menjunjung tinggi budaya Bali, komunitas kolok memiliki sanggar tari tempat para seniman melakukan aktivitas seni, seperti berkumpul dan latihan.
Sanggar tari tersebut ikut dikelola oleh beberapa dosen dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, salah satunya Ida Ayu Tresnawati atau kerap disapa Ibu Dayu.
Ibu Dayu menyebut, mengajarkan tarian kepada komunitas kolok cukup menantang. Sebab, ia sendiri tidak dapat berbahasa isyarat. Mereka belajar melalui kode gerakan tertentu dan melalui gadget.
Baca Juga: 5 Aplikasi Gawai yang Cocok Digunakan Ketika Hendak Berlibur ke Luar Negeri
Namun, disamping adanya keterbatasan komunikasi, Ibu Dayu dan komunitas kolok berhasil menciptakan salah satu tarian bertajuk Tari Jalak Anguci. Tarian ini mengambil inspirasi dari burung Jalak yang merupakan ikon pulau Bali.
Tari Jalak Anguci ditarikan dua orang penari perempuan warga kolok dengan ciri khas busana pakaian yang menyerupai burung jalak. Gerakan tarian dibuat meniru burung Jalak yang selalu berdua, ceria, berkejar-kejaran tanpa menghiraukan burung-burung di sekitarnya.
Selain Jalak Anguci, terdapat pula ciptaan tari lainnya, yaitu Tari Baris Bebek Bingar Bengkala (Bebila). Tarian ini menggambarkan semangat dari masyarakat kolok yang tetap ceria melakoni apa saja yang ada dalam hidup mereka.
Tarian para penari kolok diiringi oleh pemusik yang bisa mendengar dan berbicara. Biasanya, terdiri dari 7 lelaki yang memegang alat musik yang berbeda-beda. Salah satunya adalah Wayan Rediaka, penabuh kendang yang mahir berbicara bahasa isyarat kolok.
“(Saya) bisa bahasa isyarat kolok, tapi kalau untuk mengiringi tarian ini, biasanya supaya tarian dan musik harmonis, antara penabuh dan penari itu kode-kodean. Antara penabuh mengangguk-angguk atau gerakan tangan, biar penari bisa lihat,” ujarnya, seperti diceritakan oleh National Geographic Indonesia, Senin (26/11/2018).
Baca Juga: Sulit Mengingat Suatu Kata Saat Berbicara? Mungkin Anda Mengalami Lethologica
Keterbatasan para seniman tari kolok tidak menjadikan mereka masyarakat yang rendah diri. Bahkan, mereka berhasil membawa eksistensi Tari Jalak Anguci hingga ke pulau Jawa.
Manfaatkan teknologi untuk pagelaran tari virtual
Pandemi yang melanda, menjadi mimpi buruk bagi para seniman kolok untuk terus menampilkan pagelaran tari mereka. Sebab, acara yang berpotensi mengundang kerumunan pun dilarang demi mencegah penularan virus corona.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Bali periode Juni 2020 menurun hingga 99,99 persen bila dibandingkan data Juni 2019. Tentu, hal ini berdampak pada pagelaran tari Desa Bengkala.
Kadek Daivi, salah satu penanggung jawab Komunitas Kolok Bengkala menyebut, pandemi ini menyebabkan para seniman tari kolok kehilangan kesempatan untuk melakukan aktivitas seni.
Baca Juga: Menjadi Pejalan Ramah Lingkungan, Ini 3 Cara Sederhana Traveling Tanpa Plastik
“Dulu sebelum pandemi, banyak wisatawan asing yang dateng. Biasanya, pagelaran seni ya dapet aja job, gitu. Sebulan itu biasanya dapet aja (menampilkan) pagelaran tari, terutama Jalak Anguci itu,” ujar Kadek saat diwawancarai melalui telepon, Senin (23/11/2020).
Melihat permasalahan ini, PT Pertamina (Persero) bekerjasama dengan National Geographic Indonesia merangkul para seniman tari kolok untuk bangkit dengan mengadakan pagelaran seni tari virtual bertajuk “Pertunjukan Tari Kolok Bengkala: Tari Jalak Anguci & Tari Bebila”.
Kegiatan tersebut merupakan bagian dari program Kawasan Ekonomi Masyarakat (KEM) Kolok Bengkala yang menjadi binaan PT Pertamina (Persero) DPPU Ngurah Rai. Salah satu tujuan dari program tersebut adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat kolok.
Baca Juga: Bertahan di Tengah Pagebluk, Para Seniman Wayang Orang Berteman dengan Teknologi
Unit Manager Comm, Rel, & CSR PT Pertamina (Persero) Pemasaran Regional Jatimbalinus Deden Mochammad Idhani pun turut menyampaikan faktor-faktor yang melatarbelakangi adanya program ini.
“Setelah kita melakukan analisis, social mapping, ternyata mereka punya permasalahan, seperti sulit berkomunikasi dengan orang-orang, sulit mendapat pekerjaan yang layak, (dan) sulit mendapatkan pendidikan,” ujarnya saat diwawancarai melalui telepon, Senin (23/11/2020).
Oleh karenanya, Pertamina mewujudkan mimpi masyarakat kolok untuk jadi generasi yang lebih maju dengan cara mendukung setiap potensi yang dimiliki komunitas ini, termasuk potensi kebudayaan yang indah.
Melalui pertunjukan virtual Tari Jalak Anguci dan Tari Bebila, diharapkan komunitas kolok juga dapat mengenal adanya transformasi digital yang telah menjadi bagian penting dari kehidupan manusia.
Baca Juga: Perkembangan Teknologi Berperan dalam Perubahan Iklim, Mengapa Begitu?
Menanggapi hal ini, Kadek menyampaikan rasa syukurnya karena acara pagelaran tari virtual tersebut telah menghidupkan kembali sanggar tari yang sempat pupus.
“Ya, kita sih senang banget, soalnya (bantuan yang didapat) banyak banget positifnya. Masyarakat kita terutama teman-teman kolok enggak cuma dibantu dari sisi ekonomi dan pendidikan, tapi kita juga dibimbing untuk menari,” ujarnya.
Pertunjukan Tari Kolok Bengkala: Tari Jalak Anguci dan Tari Bebila akan dilaksanakan pada hari Minggu, 29 November 2020 pukul 15.00 – 16.00 WIB. Bagi Anda yang ingin menyaksikan bagaimana uniknya seniman kolok menari tanpa mengandalkan ritme musik, Anda dapat mendaftar melalui.
Penulis | : | Yussy Maulia |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR