Nationalgeographic.co.id—Di tengah pagebluk, para ilmuwan di seluruh dunia berusaha mengembangkan vaksin. Namun di sisi lain, maraknya disinformasi dan hoaks yang menyebut vaksin mengandung microchip, hingga informasi yang mengatakan virus dalam vaksin hidup kembali. Akibatnya banyak dari bagian masyarakat yang enggan untuk divaksinasi.
Vaksin bukanlah hal yang baru. Pencegahan yang diberikan melalui suntikan ini sudah ada berabad-abad lamanya. Semasa Yunani kuno, pemahaman mengatasi pagebluk adalah membiarkan masyarakat terpapar virus agar merangsang daya tahan tubuh untuk melawan pagebluk di lain waktu.
Penamaan vaksin sendiri berasal dari bahasa latin vacca yang berarti sapi, sebagai temuan vaksin awal yang dilakukan ilmuwan Inggris, Edward Jenner saat pagebluk cacar sapi.
Awalnya pada 1768, Edward mendapati bahwa masyarakat sekitar peternakan sapi tidak mudah terserang pagebluk, dan sakitnya tak separah penduduk lainnya. Berdasarkan arsip daring The Jenner Museum, ia kemudian mencoba mengambil cairan dari sapi lalu disuntikkan kepada anak dan istrinya. Hasilnya, mereka memiliki kekebalan seperti peternak yang tak mudah terkena sakit cacar sapi. Temuan itu membuatnya dianugerahi sebagai bapak imunologi, yang hasilnya dikembangkan hingga kini untuk vaksin yang lebih mutakhir.
Baca Juga: Penyakit-Penyakit yang Mungkin Terlupakan Karena Efektifitas Vaksin
Di Indonesia, pengembangan vaksin baru tersedia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, saat diserang oleh berbagai macam pagebluk lokal seperti pes, maupun mancanegara seperti flu Spanyol.
Sejatinya vaksin, menurut profesor dan direktur Lembaga Biomolekuler (LBM) Eijkman, Amin Soebandrio, terutama pagebluk Covid-19, merupakan siasat perangsang respon imun pada antigen menghadapi virus.
“Zat [dalam vaksin] yang digunakan untuk merangsang produksi antibodi dan memberikan kekebalan terhadap satu atau lebih penyakit, dibuat dari agen penyebab penyakit, produknya, atau pengganti sintetis, yang dirawat dan bertindak sebagai antigen tanpa menyebabkan penyakit,” jelasnya dalam webinar Kupas Tuntas Vaksin Covid-19: Kita SIAP Divaksinasi yang diadakan Yayasan Orang Tua Peduli.
Soebandrio menjabarkan, bahwa daya tahan tubuh saat terpapar virus akan sangat lemah dan seseorang akan sakit. Namun dengan paparan itu daya tahan tubuh secara bertahap mulai berkembang, dan meminimalisir pada serangan virus di waktu berikutnya. Pasca serangan kedua, kemampuan daya tahan tubuh sudah cukup optimal.
“Melalui vaksin, kita ingin saat penyerangan virus pertama kalinya, daya imun orang langsung optimal menghadapi virus,” terangnya.
Baca Juga: Ancaman Virus Nipah Akibat Rusaknya Habitat Kelelawar di Asia
Secara pengetahuan dasar, virus memiliki materi, seperti protein, DNA, dan RNA yang menjadi materi terpenting dalam pembuatan vaksin. Melalui analisa pada virus Covid-19, para ilmuwan dapat membuat vaksin lewat berbagai jenis seperti; melemahkan virus, mematikan virus, atau menggunakan materi di dalamnya sebagai vektor untuk imun.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR