Nationalgeographic.co.id—Sekelompok peneliti menemukan lahan gambut tropis tertua di dunia. Lahan tersebut ditemukan di Pulau Kalimantan, Indonesia. Tepatnya, di sebuah situs pedalaman di utara Kota Putussibau, Kalimantan Barat.
Menurut hasil penanggalan karbon, lahan gambut purba itu setidaknya telah terbentuk sejak 47.800 tahun lalu. Umur ini jauh lebih tua bahkan dua kali lipat lebih tua dari yang tim peneliti perkirakan sebelumnya.
Lahan gambut ini juga memiliki lapisan yang sangat dalam, yakni 18 meter. Itu setara dengan tinggi bangunan enam lantai.
Laporan mengenai temuan ini telah dipublikasikan ke dalam jurnal ilmiah Environmental Research Letters pada akhir 2020 lalu. Penemuan ini dilakukan oleh tim ilmuwan dari University of Oregon, Amerika Serikat. Peneliti utama dalam riset ini adalah Monika Ruwaimana, mahasiswi doktoral dari University of Oregon yang juga merupakan dosen Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Monika Ruwaimana menjelaskan bahwa dalam penelitian ini timnya mengambil sampel tanah dari dua lokasi daratan dan tiga pantai yang terhubung dengan Sungai Kapuas di provinsi Kalimantan Barat untuk mereka teliti. “Kami mempelajari lahan gambut, sejenis tanah yang terbuat dari bahan organik seperti kayu dan daun,” kata Monika seperti dikutip dari laman resmi University of Oregon.
“Bahan tanaman mati ini terawetkan dengan baik di dalam tanah dan terus menumpuk karena permukaan air yang tinggi mencegah pembusukannya,” jelas Monika. “Biasanya kedalaman lahan gambut hanya beberapa meter, tapi lahan gambut yang kami temukan ini jauh lebih dalam.”
Baca Juga: Desanya Tak Lagi Membara, Warga Sei Pakning Dulang Berkah Wangi dari Lahan Gambut
Daniel Gavin, profesor di Department of Geography University of Oregon, yang turut menjadi salah satu peneliti dalam riset ini, mengatakan bahwa temuan ini telah memberikan wawasan baru tentang iklim hutan hujan di wilayah ekuator, terutama selama zaman es
Zaman es atau periode glasial adalah periode ketika suhu bumi turun drastis selama bertahun-tahun atau dalam jangka waktu sangat lama sehingga menyebabkan peningkatan jumlah pembentukan es di kutub dan gletser gunung. Menurut para ahli, periode glasial terjadi berulang kali dengan diselingi masa-masa yang lebih hangat yang disebut sebagai masa interglasial. Adapun zaman es terakhir adalah priode glasial terakhir yang diperkirakan berlangsung antara 110.000 tahun hingga 10.000 tahun lalu.
Berdasarkan ketebalan lahan gambut yang ditemukan ini, Monika Ruwaimana menyimpulkan bahwa situs Putussiba tidak begitu terganggu oleh deforestasi dan koversi lahan seperti kebanyakan daerah lain di Indonesia.
“Kami pikir lapisan situs Putussibau akan lebih tipis karena orang sudah membangun jalan di atasnya,” ujarnya. “Tapi yang mengejutkan, kami menemukan kedalaman 17 hingga 18 meter. Sebagai perbandingan, rata-rata kedalaman lahan gambut di Indonesia adalah 5 sampai 6 meter."
Source | : | University of Oregon,Environmental Research Letters |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR