Tim peneliti multinasional yang dipimpin oleh sebuah kelompok di DeGroote Institute for Infectious Disease Research di McMaster University, Ontario, telah mengambil sampel dan mengelompokkan DNA cacar dari mumi anak kecil yang dikebumikan di Lithuania pada abad ke-17.
Saat membandingkan materi genetik mumi dengan sampel cacar modern, para peneliti menemukan bahwa materi genetik tersebut dan sampel cacar modern memiliki kemiripan. Dengan membangun sebuah "jam molekuler" yang dapat menelusuri kembali jejak evolusi dari nenek moyang yang sama, mereka menemukan bahwa waktu yang ditunjukkan lini masa virus tidak jauh dari tahun 1588.
Tanggal tersebut berabad-abad setelah kasus cacar telah diidentifikasi dalam deskripsi sejarah dari India dan Cina serta ditafsirkan dari penampilan mumi Mesir.
Berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Current Biology, para peneliti mengira, sangat mungkin laporan awal cacar salah diidentifikasi sebagai penyakit lain yang mirip dengan cacar. Mereka membutuhkan sampel yang lebih kuno untuk menegaskan atau menyangkal sejarah cacar.
Baca Juga: Bagaimana Cara Tradisi Pembuatan Mumi Suku Anga di Papua Nugini?
Kejutan Virus
Penelitian mengenai DNA purba merupakan bidang familiar bagi sekelompok peneliti yang mempimpin penelitian ini. Kelompok yang dipimpin oleh Hendrik Ponar, salah seorang yang sebelumnya merekonstruksi DNA woolly mammoth dan ia juga mendapatkan kembali gen bakteri plak dari gigi yang berasal dari kerangka abad ke enam. (Ia adalah putra dari ilmuwan yang bekerja mengekstrak struktur sel dari serangga yang diawetkan dalam kayu damar. Hasil kerja ini menginspirasi Jurassic Park).
Namun, tim tersebut tidak memulai penelitian demi memburu penyakit cacar. Penelitian ini dimulai dengan peluang dapat mengekstrak jaringan dari sekumpulan mumi tak biasa yang diawetkan di sebuah gereja di Vilnius, Lithuania. Ini merupakan proyek penelitian dari Dario Piombino-Mascali, seorang ahli antropologi yang juga seorang penjelajah National Geographic.
"Ini benar-benar mumi yang alami dalam artian tidak ada proses yang dilakukan untuk mengeringkan mumi tersebut," kata Piombino-Mascali, seorang peneliti tamu di Vilnuis University.
"Ada 23 mumi berkualitas baik hingga sempurna untuk diawetkan jaringan lunaknya. Tujuh diantaranya utuh, jadi kami hanya perlu melakukan CT-Scan untuk mengidentifikasinya. Namun, untuk salah satu yang kehilangan beberapa senyawa atau kehilangan bagian tubuhnya, memerlukan sampel jaringan lunak dari bagian tubuh tersebut."
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR