Hal lainnya dibawa keluar dan dibunuh secara sistematis, tulis Haines dalam surat empat halaman yang menggambarkan pembantaian tersebut. Surat itu sempat dilelang oleh putrinya pada 2008.
Mayat-mayat dari pembantaian di rumah sakit itu diperkirakan kemudian dikuburkan di kuburan massal di belakang gedung rumah sakit. Area yang sekarang ditutupi oleh halaman rumput itulah yang kini sedang diselidiki oleh para arkeolog.
Para arkeolog telah memulai penyelidikan situs tersebut pada Desember 2020, kata juru bicara badan pemerintah Singapura. Sejauh ini, tim telah mensurvei halaman dengan peralatan radar penembus tanah (GPR), yang dapat mengungkapkan di mana tanah di bawahnya telah terganggu di masa lalu dari penggalian atau konstruksi.
Baca Juga: Gejolak Perjuangan Buruh dalam Masa Kolonialisme Belanda dan Jepang
"Survei berusaha untuk menemukan dan menentukan tingkat dan sifat dari setiap fitur lapisan tanah yang tidak normal, seperti fondasi dan dinding bangunan tua, rongga tanah, penimbunan dan layanan yang mungkin dikaitkan dengan aktivitas masa lalu," kata juru bicara tersebut.
Arkeolog John Miksic dari National University of Singapore mengatakan kepada Straits Times bahwa survei tersebut dapat berkontribusi pada pengetahuan tentang periode kolonial di Singapura dengan mengungkapkan lebih banyak tentang hubungan antara militer Inggris dan masyarakat lokal Singapura. Namun, menurutnya, "akan sulit untuk menetapkan penemuan arkeologis spesifik pada peristiwa pembantaian itu sendiri, meskipun mungkin saja menemukan kuburan massal para korban pembantain itu."
Baca Juga: Penuturan Dua Penyintas: Bagaimana Cara Mandi dan Makan di Kamp Tawanan Jepang?
Source | : | Live Science,Straits Times |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR