Seiring pertambahan wisatawan pada awal 1990-an, Dejian semakin mengasingkan diri, terkadang berkemah di dekat reruntuhan kuil kecil di puncak gunung di dekat situ. Para biarawan tua—yang berkecil hati melihat usaha komersial Shaolin yang makin berkembang—mendorong Dejian menjadikan kuil tua itu sebagai pedepokan yang berfokus pada Chan Wu Yi. Dia mempekerjakan tukang batu setempat untuk memotong bongkah granit di lereng gunung, lalu dia dan murid-muridnya mengangkut sak semen dan genting ke tempat itu. Perlahan-lahan mereka mengubah kuil roboh itu menjadi kompleks pagoda yang seolah melekat pada lereng gunung nan curam.
!break!
Dejian dan muridnya merawat rumpun-rumpun bambu dan petak kebun sayuran serta apotek hidup yang dibuat bertingkat. Mereka hanya makan sayur dan mengambil bunga liar, lumut, dan akar-akaran untuk meramu obat berbagai penyakit, mulai dari gigitan serangga sampai penyakit hati. Orang dari seantero China datang meminta nasihat tentang berbagai penyakit. Biasanya mereka hanya ingin diobati gejalanya, ujar Dejian, tetapi "Chan Wu Yi mengobati orang itu seutuhnya. Jika orangnya sehat, gejala pun menghilang."
Dia biasa bangun pada pukul 03.30, bermeditasi, lalu berlatih pernapasan guna memperkuat chi. Dulu dia pernah menghabiskan enam jam atau lebih berlatih jurus kungfu tradisional setiap hari, tapi sekarang ia tersedot oleh kekuatan modern yang sama dengan yang mengubah Kuil Shaolin. Mengisi permintaan ceramah, menggalang dana untuk menyelesaikan pembangunan, melatih muridnya, dan tentu saja menemui pengunjung—semuanya menyita perhatian dan energi.
"Namun, saya selalu berlatih kungfu," ucapnya. Dia meraih tangan saya dan meletakkannya di salah satu otot kuadrisep yang besar di pahanya. Saya bisa merasakan dia menggerakkan otot itu. Lalu dia memindahkan tangan saya ke betisnya yang seperti bola tolak peluru. Ototnya bergerak lagi. "Saya melakukan hal ini sepanjang hari," katanya, sambil menjelaskan bahwa dia menerapkan jurus kungfu ke semua jenis aktivitas sehari-hari, mulai dari mencabut rumput liar hingga mendaki gunung.
Bukankah kungfu pada dasarnya kekerasan, saya bertanya, dan tidakkah hal itu bertentangan dengan prinsip tanpa kekerasan dalam agama Buddha? Tidak, jelasnya. Pada dasarnya kungfu adalah mengubah energi menjadi kekuatan. Tanpa lawan, praktiknya berupa serangkaian gerakan. Lawannya berubah menjadi kelemahan fisik dan mental orang yang berlatih. Pada dasarnya, dia bertempur dengan dirinya sendiri.
!break!
Kadang-kadang ada juga musuhnya. Tidak semua orang datang ke atas gunung dengan niat baik, dan Dejian selamat dari beberapa upaya pembunuhan. Beberapa tahun yang lalu, saat sedang pulang lewat jalan gunung, dia disergap empat orang yang berusaha menjatuhkannya ke jurang. Mereka berempat ahli kungfu, namun dengan cepat Dejian dapat memukul mundur mereka. Dia tidak mau membicarakan hal ini, tetapi yang lain mengakui kejadian tersebut.
Pada pagi hari terakhir saya di pedepokannya, Dejian menunjukkan tempat tinggal pribadinya, kubah batu kecil di ujung tebing curam.
Tanpa peringatan, dia melompat ke tembok rendah di tubir tebing, angin yang menggelembungkan jubahnya sehingga berkibar mengisi kekosongan di belakangnya. "Takut?" tanyanya, setelah melihat ekspresi di wajah saya. "Kungfu bukan hanya melatih tubuh, namun juga mengendalikan rasa takut."Dia melompat dengan ringan dari kaki ke kaki, menerjang, memukul, berputar, setiap langkah hanya berjarak beberapa sentimeter dari jurang.
"Kita tak bisa mengalahkan kematian," ujarnya, suaranya terdengar di tengah deru angin. Dia menendang dengan satu kaki ke atas jurang, sambil menjaga keseimbangan pada salah satu kakinya yang sekekar pohon. "Tetapi, kita bisa mengalahkan rasa takut mati."
Tak lama setelah kedatangan Hu Zhengsheng, Yang Guiwu berangkat ke langit barat. Puluhan mantan muridnya berkumpul bersama keluarganya di rumah kecil di Yanshi, yang dihiasi dengan karangan bunga kertas berwarna cerah. Shi Dejian datang bersama dua orang muridnya. Beberapa murid Hu memeragakan jurus kungfu.
Bunyi desis dan letusan kembang api memenuhi udara, memberitahukan kedatangan sang guru ke dunia arwah. Trio pemain suling memimpin arak-arakan pemakaman ke luar kota, di ladang gandum keluarga, tempat sang guru akan dimakamkan di samping orang tuanya di tengah gandum hijau berkilau setinggi paha.
Saat kami berjalan di belakang keranda sang guru, Hu masih memikirkan apakah akan menerima peran dalam film kungfu itu. Tidak hormat jika melakukan hal itu tak lama setelah sang guru wafat. Namun, dia mendiskusikannya dengan beberapa murid yang lebih tua, yang mendorongnya untuk melakukannya. Ini berarti bahwa ada warisan Yang Guiwu yang akan terus hidup melalui penampilan Hu dan, mungkin, mengilhami murid yang akan datang. Lagi pula, para murid mengingatkannya, film kungfulah yang membuat Hu bertemu dengan sang guru.
Sang guru pasti akan berucap, "Roda kehidupan kembali ke titik semula."
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR