Pachacutec yang duduk di atas tandu yang penuh hiasan, mengeluarkan perintah untuk menyerang. Sambil meniup seruling panpipes yang diukir dari tulang-belulang musuh, dan tambur perang yang dibuat dari kulit yang dikelupas dari musuh yang sudah mati, pasukannya bergerak maju menuju pasukan Colla. Kedua pasukan itu pun berperang. Tatkala pertempuran usai, tubuh suku Colla bergelimpangan memenuhi medan perang.
Pada tahun-tahun berikutnya, Pachacutec dan keturunannya menaklukkan semua penguasa kawasan selatan. “Kemenangan atas Ceruk Titicaca ibarat permata pada mahkota Kerajaan Inca,” ujar Charles Stanish, ahli arkeologi di University of California, Los Angeles. Namun, kemenangan militer hanyalah langkah pertama dalam strategi besar untuk membangun kerajaan Inca. Berikutnya, para perwira mulai mengendalikan rakyat yang ditaklukkan.
Jika ada provinsi yang menyiapkan perlawanan, para raja Inca melakukan relokasi penduduk, mendeportasi penduduk yang keras kepala ke pedalaman Inca dan mengganti mereka dengan orang-orang yang setia. Penghuni pedesaan terpencil yang dikelilingi benteng dipindahkan ke sejumlah kota baru yang dikendalikan Inca, berlokasi di sepanjang jalan di kawasan Inca—jalan yang mempercepat pergerakan tentara Inca. Para gubernur Inca memerintahkan pembangunan lumbung pangan di sepanjang jalan untuk pasukan tentara dan memerintahkan masyarakat setempat mengisi semua lumbung itu dengan bahan pangan dan barang keperluan lain. “Suku Inca adalah orang Amerika yang sangat pintar mengelola,” ujar Stanish.
Di bawah pemerintahan Inca, peradaban Andes tumbuh subur ke tingkat yang belum pernah dicapai sebelumnya. Para insinyur Inca mengubah jaringan jalan yang terputus-putus menjadi jalan raya yang saling berhubungan. Para petani Inca menguasai teknik pertanian dataran tinggi, membudidayakan sekitar 70 tanaman pribumi dan sering menimbun bahan pangan yang cukup untuk tiga hingga tujuh tahun di dalam kompleks penyimpanan yang sangat luas. Para pejabat istana sangat menguasai teknik pengawasan inventaris, melacak isi lumbung di seluruh kerajaan dengan semacam sandi komputer purba Andes—tali berwarna dan bersimpul yang dikenal sebagai quipus. Dan para pandai batu Inca mendirikan mahakarya arsitektur yang tidak lapuk oleh waktu, seperti Machu Picchu.
!break!
Ketika raja Inca Huayna Capac berkuasa pada sekitar 1493, tampaknya tidak ada yang tidak bisa ditaklukkan oleh dinasti Inca. Supaya ibukota barunya di Ekuador menjadi lebih megah, Huayna Capac mempekerjakan 4.500 pemberontak untuk bekerja mengangkut balok-balok batu berukuran sangat besar dan asalnya jauh dari Cusco yang berjarak 1.600 kilometer, mendaki dan menuruni jalan pegunungan yang curam. Di pedalaman Inca, kelompok kecil lelaki dan perempuan bekerja keras membangun pesanggrahan kaum bangsawan untuk Huayna Capac dan keluarganya. Atas perintah raja, mereka membelokkan aliran Sungai Urubamba ke sisi selatan lembah. Mereka meratakan perbukitan dan mengeringkan rawa, kemudian menanam jagung dan palawija lain seperti kapas, kacang tanah, dan cabai (Capsicum) dari seluruh penjuru kerajaan. Di pusat permukiman itu, dari batu dan bata mereka membangun istana negara baru Quispiguanca untuk Huayna Capac.
Ketika siang mulai berganti senja, saya berjalan-jalan di reruntuhan Quispiguanca bersama Alan Covey, ahli arkeologi dari SMU. Quispiguanca, yang berlokasi di tepian kota modern Urubamba, memiliki iklim yang paling hangat dan kaya sinar matahari di kawasan itu. Ke tempat inilah keluarga kerajaan Inca berlibur, menghindari cuaca dingin di Cusco. Pesanggrahan itu sekarang menghadap ke ladang ketumbar (Coriandrum sativum) yang wanginya menyengat, dan dindingnya yang masih bertahan mengelilingi kompleks istana yang dulu terhampar di kawasan yang luasnya setara dengan sekitar tujuh lapangan sepak bola.
Quispiguanca dikelilingi taman, padang, dan kebun, ibarat Istana Bogor versi Inca, tempat melepaskan diri dari kerumitan dunia, tempat bagi sang raja pejuang untuk bersantai setelah bertempur. Di sini Huayna Capac menjamu para tamu di balairung yang luas serta berjudi bersama para bangsawan istana dan sahabat, sementara permaisurinya berkebun dan mengurus burung dara. Di tanah itu terdapat pesanggrahan yang terlindung dan hutan yang dicadangkan untuk berburu kijang dan hewan lain. Di padang, ratusan orang pekerja membersihkan saluran irigasi, mendirikan dan memelihara dinding berundak-undak, serta menanam benih jagung dan sejumlah tanaman eksotis. Kegiatan ini memberi Huayna Capac panen berlimpah dan bir jagung yang cukup untuk menjamu para tamunya dengan penuh kemewahan selama berlangsungnya festival tahunan Cusco.
!break!
Quispiguanca bukan sekadar kompleks pesanggrahan yang menakjubkan. Para raja Inca hanya mendapatkan warisan dalam jumlah kecil selain gelar sebagai raja, sehingga setiap penguasa baru membangun istana di kota dan pesanggrahan sendiri untuk dirinya dan keturunannya, tidak lama setelah naik takhta. Sampai sejauh ini, para ahli arkeologi dan ahli sejarah telah berhasil menemukan reruntuhan sekitar belasan istana kerajaan yang dibangun oleh sedikitnya enam orang raja Inca.
Bahkan setelah para raja ini wafat, mereka tetap merupakan kekuatan di balik takhta. “Leluhur merupakan unsur penting dalam kehidupan warga Andes,” kata Sonia Guillen, Direktur Museo Leymebamba Peru. Ketika Huayna Capac wafat karena penyakit misterius di Ekuador pada sekitar 1527, para abdi berstatus tinggi membalsem dan membalut tubuhnya menjadi mumi dan membawanya kembali ke Cusco. Anggota keluarga kerajaan sering mengunjungi raja yang sudah wafat itu, meminta nasihat yang menyangkut hal-hal penting, dan mematuhi jawaban yang diberikan oleh oracle (semacam dukun yang dianggap bisa berhubungan dengan orang yang sudah meninggal) yang duduk di samping jasadnya. Bertahun-tahun setelah wafat, Huayna Capac masih tetap pemilik Quispiguanca dan pesanggrahan di sekitarnya.
Saat musim hujan 1533, waktu yang dianggap bagus untuk upacara penobatan raja. Ribuan orang berkumpul di alun-lun utama Cusco untuk merayakan tibanya raja baru mereka yang masih remaja. Dua tahun sebelumnya, saat sedang berkobar perang saudara, para penyerbu asing mendarat di utara. Dengan mengenakan baju baja dan menyandang senjata baru yang mematikan, bangsa Spanyol menempuh perjalanan menuju kota Cajamarca di kawasan utara Inca, dan di situlah mereka menawan raja Inca, Atahuallpa. Delapan bulan kemudian, mereka membunuh tawanan bangsawan itu, dan pada 1533 pemimpin mereka, Francisco Pizarro, menunjuk seorang pangeran muda, Manco Inca Yupanqui, memerintah sebagai raja boneka.
Dari kejauhan terdengar suara para pemanggul tandu raja muda itu menggema di sepanjang jalan, menyanyikan lagu-lagu pujian. Dalam keheningan, orang-orang yang merayakan peristiwa itu memperhatikan sang raja remaja memasuki alun-alun, diiringi mumi para leluhurnya, masing-masing mengenakan pakaian serba indah dan duduk di atas tandu yang dihias dengan semarak. Para raja dan selir yang sudah menjadi mumi itu mengingatkan mereka semua bahwa Manco Inca adalah keturunan raja. Para penguasa kerajaan lain mungkin sudah cukup puas menampilkan gambar leluhur agung mereka dalam bentuk ukiran atau lukisan. Para raja Inca melakukannya dengan lebih meyakinkan, yakni dengan menampilkan jasad para leluhur mereka yang diawetkan dengan sangat piawai.
!break!
Pada bulan-bulan selanjutnya, bangsa Spanyol merampas istana Cusco dan pesanggrahan di pedesaan yang luas, lalu menjadikan para wanita bangsawan menjadi gundik atau istri. Dengan murka, Manco Inca melancarkan pemberontakan dan pada 1536 berusaha menyingkirkan para penyerbu asing itu dari negerinya. Ketika pasukannya menelan kekalahan, dia melarikan diri meninggalkan Cusco menuju kota hutan Vilcabamba, dan dari situ dia melancarkan perang gerilya. Pasukan Spanyol baru berhasil menaklukkannya pada 1572.
Dalam kekacauan selama beberapa dasawarsa itu, jaringan jalan, pergudangan, kuil, dan permukiman suku Inca yang luas itu perlahan-lahan mulai tidak terawat. Di saat kerajaan mulai runtuh, suku Inca dan keturunan mereka berupaya keras melestarikan berbagai lambang kekuasaan kerajaan. Para abdi kerajaan mengumpulkan jasad para raja yang disucikan yang sangat berharga itu dan menyembunyikan semuanya di sekitar Cusco, dan di lokasi itulah mereka memuja leluhur mereka secara diam-diam—dan menentang para pendeta Spanyol. Pada 1559 gubernur Cusco, Juan Polo de Ondegardo, memutuskan untuk mengakhiri pemujaan ini. Dia melancarkan pencarian secara resmi untuk menemukan jasad para raja, menanyai ratusan orang Inca. Dengan informasi yang berhasil digalinya, dia mencari dan merampas 11 jasad raja dan beberapa jasad ratu Inca.
Selama beberapa bulan, para pejabat pemerintahan kolonial di Lima memajang mumi Pachacutec, Huayna Capac, dan dua bangsawan lain sebagai pajangan di
Rumah Sakit San Andrés di Lima, fasilitas yang hanya menerima pasien warga Eropa. Akan tetapi, iklim pantai yang lembap mulai membusukkan jasad-jasad tersebut. Jadi, para pejabat Spayol menguburkan para raja Inca yang perkasa itu secara diam-diam di Lima, jauh dari Andes dan rakyat yang mencintai dan memuja mereka.
Pada 2001 Brian Bauer dan dua rekan kerjanya warga Peru, ahli sejarah Teodoro Hampe Martínez dan ahli arkeologi Antonio Coello Rodríguez, mencari mumi para raja Inca itu, berharap dapat meluruskan sejarah dan memulihkan bagian penting dari warisan budaya bagi rakyat Peru. “Dapatkah kaubayangkan,” tanya Bauer, “bagaimana perasaan warga Amerika sekiranya bangsa Inggris membawa jasad beberapa presiden pertama Amerika ke London selama Perang 1812?”
!break!
Selama berbulan-bulan Bauer dan rekan kerjanya meneliti denah arsitektur tua Rumah Sakit San Andrés, yang sekarang sudah menjadi sekolah perempuan di pusat kota Lima. Pada akhirnya mereka berhasil mengidentifikasi beberapa kemungkinan tempat penguburan Pachacutec dan Huayna Capac. Dengan menggunakan radar yang dapat menembus tanah, mereka memindai kawasan yang paling besar kemungkinannya, dan menemukan sesuatu yang tampaknya merupakan kuburan bawah tanah yang berlangit-langit tinggi.
Ketika akhirnya para ahli arkeologi menggali dan membuka pintu ruangan yang berdebu itu, mereka sangat kecewa. Makam itu kosong. Mungkin sekali, ujar Bauer, para pekerja mengambil isinya ketika memugar rumah sakit setelah terjadi gempa bumi dahsyat. Dewasa ini tidak seorang pun mengetahui di mana para raja besar Peru itu berada. Bauer menyimpulkan dengan sedih, “Lokasi mumi para raja Inca tetap tidak diketahui.”
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR