Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta bersama pihak Pemerintah Belanda, dan Pusat Dokumentasi Arsitektur (PDA) selaku pelaksana, melahirkan panduan konservasi bagi Museum Sejarah Jakarta. Panduan yang diluncurkan Selasa (5/7) ini sangat berharga karena mencakup penelitian berisi inventarisasi dan dokumentasi kerusakan museum.
Wakil Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Tinia Budiarti, menyatakan bahwa keprihatinan awal muncul di tahun 2000, sering terbitnya kesadaran bahwa Museum Sejarah yang juga dikenal dengan sebutan Museum Fatahillah ini, adalah ikon kota Jakarta.
"Setelah melakukan pembicaraan, pemerintah Indonesia melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta dan pemerintah Belanda melalui Atase Kebudayaan Kedubes Belanda di Jakarta, mulai menjajaki kemungkinan mensponsori kegiatan penelitian," terangnya. Persiapannya sejak 2009 dan bulan Januari 2010 dimulailah pekerjaan PDA, didukung berbagai pihak, untuk mendokumentasi dan mengidentifikasi museum. Penelitian berhasil tuntas pada Juni 2011.
Hasil penelitian menyimpulkan kalau museum memerlukan penanganan lewat konservasi yang menyeluruh, baik bangunan maupun lingkungannya, termasuk juga sistem drainase. Kerusakan antara lain disebabkan karena jamur, insektisida, lumut, serta berbagai faktor seperti suhu, curah hujan, polusi, intrusi air laut, stabilitas struktur tanah, dan vandalisme.
"Proyek penelitian adalah tahap permulaan, langkah berikutnya adalah lebih serius menuju realisasi pemugaran," kata Tinia. Ia menambahkan, pelestarian warisan budaya tak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah, tetapi kita semua.
Dr. Djauhari Sumintardja, Kepala PDA yang ikut hadir dalam acara tersebut menegaskan, "PDA melakukan dokumentasi keadaan museum saat ini, semoga saja dokumen yang dihasilkan akhirnya sampai ke Pemerintah DKI dan bisa bermanfaat."
Museum Sejarah Jakarta merupakan warisan kebudayaan bersama (mutual heritage) yang kaya nilai sejarahnya. Bangunan ini didirikan 1712 oleh VOC sebagai Balai Kota Batavia, dan pada 1974 ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR