Pengetahuan sejarah alternatif dirasakan perlu disediakan di Indonesia. Sejarah alternatif
mendorong masyarakat Indonesia untuk lebih kreatif dalam menilai dan
menciptakan sesuatu.
Sejarawan Baskara T. Wardaya menjelaskan pengetahuan sejarah masyarakat Indonesia
cenderung mengacu pada "perspekstif Jakarta". "Pemahaman
sejarah hanya berdasarkan pada teks-teks formal yang begitu saja tersodor dan tertulis di buku," katanya.
Menurut Baskara, penyodoran pengetahuan sejarah dalam teks buku membuat orang
menjadi tidak kritis. "Orang hanya menghafal sejarah bukan
memahami dan mengetahuinya secara sungguh-sungguh," paparnya saat
menjadi pembicara seminar "Sejarah Alternatif" di Kampus Sanata Dharma
Yogyakarta, Rabu (24/8).
Sumber alternatif untuk sejarah ini dilakukan dengan menelisik sejarah lebih dalam
lewat kisah-kisah dan kesaksian langsung para saksi, buku - buku
teks, film dokumenter, serta seni pertunjukan. Kendala narasumber bisa disiati dengan mempelajari
relasi sosial serta cara berpikir masyarakat di sekitarnya.
Baskara menganggap pengetahuan sejarah alternatif ini penting karena sejarah
Indonesia terdampak globalisasi saat ini. Ketersediaan
berbagai teknologi informasi modern rawan membawa arus modernisasi
sehingga memungkinkan masyarakat melupakan sejarah.
Hingga saat ini,sejarah alternatif masih terbatas pada rintisan semata.
Hal ini disebabkan karena ada berbagai kendala seperti masalah biaya,
mentalitas, serta tekanan dari berbagai pihak. Bahkan pemerintah pun
belum sepenuhnya peduli karena masih mempertahankan sikap resistensinya. "Seringkali forum diskusi sejarah diawasi oleh petugas keamanan atau kelompok keagamaan," tambahnya.
Indonesia sangat berpotensi dalam hal pengembangan sejarah alternatif. Indonesia adalah negara plural dengan
beragam kebudayaan. Justru dengan pengembangan sejarah alternatif ini,
kebudayaan Indonesia semakin kaya.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR