Kabut asap tebal menyelimuti Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sejak sepekan lalu, akibat kebakaran lahan gambut.
"Kabut asap terjadi karena ada pembakaran lahan gambut di beberapa lokasi di Palangkaraya. Selain itu musim kemarau yang berkepanjangan pun membuat lahan gambut rentan terbakar," kata Direktur WALHI Kalteng, Arie Rompas.
Pemerintah Kota Palangkaraya hingga kini belum mengambil tindakan apa-apa. Padahal, sebagaimana Metro TV melansir, asap mulai menggangu kesehatan warga. "Dari hari ke hari kabut asap makin pekat. Ini karena kebakaran lahan gambut terus berlangsung," tulis situs berita Metro TV News.
Arie menengarai, lokasi pembakaran lahan gambut itu sebagian besar berasal dari lahan konsesi milik perusahaan perkebunan sawit di Kalteng. Sebaran perkebunan sawit memang berada di wilayah gambut. "Berawal dari banyaknya izin konsesi lahan yang dikeluarkan Pemda setempat sehingga perusahaan perkebunan sawit pun berlomba membuka lahan gambut," ungkapnya.
Proyek pembangunan 1 juta hektar lahan gambut turut memicu kerusakan lingkungan di Kalimantan Tengah. Daya dukung lingkungan semakin menurun sehingga wilayah tersebut menjadi rawan bencana kebakaran lahan.
Ia menambah, "Padahal hanya masyarakat adat yang dibolehkan membuka lahan dengan cara membakar untuk kegiatan ekonomi seperti bertani dan berladang. Mereka paling bisa membakar 1-2 hektar dan memakai sekat. Masyarakat adat Dayak memiliki tradisi dan kearifan lokal."
Data BKSDA Kalimantan Tengah menyebutkan terdapat lebih dari 150 titik api di 4 wilayah Kalimantan Tengah lainnya, yakni di Pulang Pisau, Kotawaringin Timur, Kapuas dan Seruyan.
"Agar bencana kabut asap ini tidak terulang, perlu ada pemetaan untuk mengidentifikasi lokasi yang kerap menjadi wilayah titik api. Setelah itu, Pemda bersama perusahaan harus berkomitmen penuh melakukan rehabilitasi lahan," ujar Arie.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR