Bank Dunia akan mengarahkan aktivitas dan kerja samanya demi mendukung negara-negara kawasan Asia dan Pasifik, khususnya di wilayah perkotaan, menuju tata kelola lingkungan yang lebih baik. Salah satunya dalam mengelola banjir.
Banyak negara berkembang yang melalui fase transisi menuju masyarakat yang sebagian besar urban, konsentrasi penduduk dan aset juga mengakibatkan banjir urban sangat sulit dikelola.
Data Bank Dunia menyebutkan bahwa dalam jangka waktu 30 tahun terakhir saja, jumlah banjir di Asia mencakup 40 persen dari seluruh banjir di dunia. Sebanyak lebih dari 90 persen populasi global yang terdampak akibat banjir berlokasi di Asia.
"Beragam risiko yang serius ditimbulkan dari peningkatan fenomena banjir yang terdapat di daerah urban atau perkotaan. Meningkatnya kerentanan terhadap banjir di perkotaan akibat ekspansi urban ini akan berdampak terutama kepada masyarakat miskin," kata Pamela Cox, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur & Pasifik.
Banjir pun memiliki akibat jangka panjang, seperti hilangnya kesempatan pendidikan, merebaknya wabah penyakit, dan mengurangi tingkat nutrisi warga.
Panduan yang dikeluarkan Bank Dunia baru-baru ini, Cities and Flooding: A Guide to Integrated Urban Flood Risk Management for the 21st Century menyatakan, cara paling efektif dalam mengelola risiko banjir adalah dengan mengambil pendekatan terintegrasi yang menggabungkan aspek struktural maupun nonstruktural.
Perlu dilakukan antara lain pembangunan saluran drainase dan kanal banjir, penerapan urban greening, menciptakan sistem peringatan dini banjir, dan perencanaan penggunaan lahan perkotaan untuk menghindarkan banjir. (Sumber: Kompas, Antara)
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR