Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus) menghadapi konflik yang berakhir kematian. Sebanyak 12 individu gajah yang termasuk spesies terancam punah ini, mati diracun warga sepanjang tiga bulan terakhir di Aceh dan Riau. Lima gajah ditemukan mati di Aceh. Sedangkan tujuh gajah lainnya mati di kawasan blok hutan Tesso Nilo, Riau.
Hasil analisa laboratorium menemukan konsentrasi zat racun tinggi pada organ dalam bangkai gajah. Ironisnya, sesudah diracun, gading salah satu gajah ini diambil.
Kasus konflik dengan manusia seperti ini menjadi "musuh" pertama untuk spesies terancam punah seperti gajah dan badak. Cara baru berupa basis data genetika akhirnya ditawarkan sebagai bentuk konservasi. Opsi ini dikembangkan Yayasan Badak Indonesia (YABI) dan International Rhino Foundation (IRF) yang berkolaborasi dengan Eijkman Institute untuk program Non Invasive Genetics Study for Javan and Sumatran Rhino within Indonesia.
"Tujuan utamanya membuat referensi database genetika bagi badak Jawa dan Sumatra di Indonesia yang nyaris punah," kata Widodo S. Ramono dari YABI dalam paparan seminar setengah hari bertema Capacity Building in Wildlife Conservation and Forensic Genetics di Eijkman Institute di Jakarta, Kamis (21/6).
Ditambahkannya, program ini juga untuk memberi tonggak standar dasar teknik DNA untuk mengidentifikasi spesies, individu, dan gender dari berbagai sampel badak Jawa dan Sumatra. Dalam kaitannya dengan konservasi, basis data genetika DNA (deoxyribonucleic acid) bisa digunakan sebagai data rujukan dalam perhitungan statistik identifikasi satwa dalam kasus forensik.
(Baca juga: Dikembangkan Genetika Forensik Bagi Satwa)
Menurut Ross McEwing dari TRACE Wildlife Forensics Network, Edinburgh, Inggris Raya, DNA forensik alam liar dapat mengidentifikasi spesies, menunjukkan hubungan, secara turun-temurun. Serta mengidentifikasi asal muasal populasi suatu spesies dan menunjukkan database dari tiap individu untuk tujuan tertentu.
Wakil Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Herawati Sudoyo menuturkan, lembaga yang diwakilinya berposisi sebagai jembatan antara konservasi genetika dengan badan hukum.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR