Potret lingkungan di Indonesia dari tahun ke tahun makin memprihatinkan. Tren kasus lingkungan ini terus meningkat seiring kebijakan daerah dalam mengelola daerahnya masing-masing.
Berdasarkan data terakhir dari Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia, pada 2012 sudah ada 300 kasus lingkungan hidup seperti kebakaran hutan, pencemaran lingkungan, pelanggaran hukum, dan pertambangan. Data lain yang mendukung tentang potret lingkungan Indonesia adalah berdasarkan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup yang dibuat oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Tercatat, ada penurunan kualitas lingkungan, yakni pada 2009 sebesar 59,79 persen, 2010 sebesar 61,7 persen, dan 2011sebesar 60,84 persen. Hal ini juga diperkuat dengan data terakhir Menuju Indonesia Hijau di mana Indonesia hanya memiliki luas tutupan hutan sebesar 48,7 persen seluruh Indonesia.
Hal ini dikemukakan oleh Menteri Lingkungan Hidup Indonesia Balthasar Kambuaya,di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, saat membuka acara |Peluang dan Tantangan Pengendalian Lingkungan Hidup Pasca Otonomi Daerah", Rabu (24/10). Ia mengatakan bahwa ada kecenderungan ekploitasi sumber daya alam di era otonomi daerah tidak dapat dihindari.
Hal ini disebabkan karena pemerintah daerah berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akibatnya, izin pengelolaan sumber daya alam terlalu mudah untuk dikeluarkan tanpa mempertimbangkan secara cermat dampak lingkungan. “Seringkali yang terjadi adalah pemanfaatan sumber daya alam tidak atau kurang mengindahkan norma-norma kelestarian lingkungan,” katanya.
Menteri mencontohkan masalah pertambangan di Indonesia yang menjadi salah satu penyumbang pendapatan daerah. Berdasarkan data statistik Kementerian Kehutanan, pada 2010 terdapat 77 ijin bangunan lahan untuk hutan dan pertanian di seluruh Indonesia. Namun, yang terjadi kurang lebih 40 ribu bangunan yang menggunakan hutan. Selain itu, aktivitas pertambangan yang mereka lakukan tidak menganut prinsip keseimbangan lingkungan.
Meski daerah sudah menjalankan otonomi daerah masing-masing, keseimbangan lingkungan juga perlu dilakukan. Perlu adanya intervensi dari berbagai pihak seperti akademisi, pemerintah, masyarakat, serta pihak lainnya untuk mengidentifikasi persoalan lingkungan di daerah.
Bahkan, riset-riset dari perguruan tinggi perlu dilakukan sebelum daerah melakukan eskploitasi terhadap sumber daya. “Pemerintah daerah dapat mendukung pelestarian lingkungan dan peningkatan PAD dengan mematuhi aturan tata ruang nasional serta meningkatkan kepedulian pada aspek konservasi dan pemulihan,” papar Menteri.
Ia berharap untuk mendukung kepedulian pada aspek konservasi dan pemulihan lingkungan diperlukan kearifan lokal yang terdapat di setiap daerah. Dengan mempertahankan kearifan lokal, pelestarian lingkungan dapat dipertahankan.
Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Suratman tak menampik bila seiring kebijakan otonomi daerah, ekpolitasi sumber daya alam secara serampangan seringkali terjadi. Perlu ada kesadaran dan perhatian dari daerah masing-masing untuk tetap melakukan pelestarian lingkungan serta upaya konservasi.
Sementara itu, pihaknya bersedia untuk melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah untuk melakukan kajian riset tentang lingkungan hidup. Riset ini tentu saja akan mengindentifikasi persoalan lingkungan di daerah serta penguatan pada lingkungan. “Hal lain yang penting adalah pendekatan komprehensif dari berbagai stakeholder untuk menjaga lingkungan,” tambahnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR