Berselang beberapa tahun setelah kebakaran, Pak Rajang diangkat sebagai tumenggung. “Usia saya saat itu 26 tahun,” kenangnya. “Menurut camat, saat itu saya adalah tumenggung termuda di Kapuas Hulu.” Sampai hari ini, tegas Rajang, ”Kalau soal adat, kami masih utuh.”
Puluhan tradisi memang masih dijalankan oleh komunitas Orung Da’an hingga hari ini. Beberapa tiang sandung (tiang kayu yang diukir berbentuk manusia, simbol dari orang yang sudah meninggal) juga masih berdiri hingga sekarang, tak jauh dari bekas lokasi rumah panjang.
Bagaimanapun, rumah komunal yang merupakan pemersatu, tempat bersosialisasi dan menjalankan adat-tradisi, sekaligus sebagai bukti dan simbol peradaban Orung Da’an, telah lama musnah.
Seolah tak rela masa lalu milik komunitasnya dilupakan, Rajang perlahan mengganti topik. Ia menatap ke luar gubuk. Katanya, selain tradisi, masih ada hal-hal lain yang bisa dilihat dan akan terus mereka jaga.
Pasti, lebih dari seratus tahun lalu Nieuwenhuis juga melihat semuanya dari Nanga Raun: Sungai Mandai, hutan, Bukit Liang Gagang, Bukit Amayambit, serta Bukit Tilung yang dipercaya oleh banyak komunitas Dayak sebagai jalan bagi orang-orang meninggal untuk mencapai dunia lain.
Pemutihan pada Terumbu Karang, Kala Manusia Hancurkan Sendiri Benteng Pertahanan Alaminya
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR