Berdebar mendengar deru derap kuda sumba. Larut dengan sorakan penonton yang menyemangati ksatria di atasnya. Saat tombak yang dibawa melayang, teriakan makin membahana. Sang ksatria dipuja, budaya adu lempar tombak di Festival Pasola pun kekal.
Gambaran peristiwa inilah yang akan Anda rasakan ketika menyaksikan Festival Pasola pada 5 hingga 8 Februari 2013 dan 7 Maret 2013 di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Ini merupakan acara rutin yang digelar di Sumba Barat.
Melihat bentuk acaranya, festival ini mengingatkan Anda pada peristiwa "perang". Karena memang kstaria yang ikut serta dibagi dalam dua kelompok dengan berkuda.
Setiap kelompok terdiri lebih dari 100 pemuda bersenjatakan tombak yang dibuat dari kayu berdiameter 1,5 sentimeter dengan ujung tumpul. Tapi ada peraturan fair play yang diterapkan, yakni peserta dan kuda yang jatuh tidak boleh diserang. Setiap darah yang keluar dari kuda dan kstarianya, diyakini dapat menyuburkan tanah dan bermanfaat bagi panen berikut.
Pasola adalah bagian dari rangkaian upacara tradisional Sumba penganut agama asli yang disebut Marapu. Ini juga jadi bagian tak terpisahkan dari ritual tahunan dan diselenggarakan bersamaan dengan upacara Bau Nyale yang biasanya berlangsung pada Februari dan Maret.
Sumba berada di provinsi Nusa Tenggara Timur dan merupakan daerah yang dikenal melahirkan penunggang kuda terbaik di Nusantara. Kuda sumba adalah hasil perkawinan silang antara kuda arab dan kuda lokal sehingga ukuran tubuhnya lebih besar dari kuda lokal umumnya.
Sedangkan alam Sumba sendiri menawarkan kemegahan alam dan budaya magis. Kontur pulau ini berbukit-bukit dan tidak banyak tanaman yang tumbuh di atasnya karena terbentuk dari batuan kapur yang miskin unsur hara.
Akan tetapi, keindahan alamnya sungguh menawan hingga digambarkan antropolog dan sejarawan Kal Muller, "Kehidupan budaya di Sumba dibedakan dengan ritual luar biasa, makam megalitik yang besar, rumah yang tidak biasa, dan (kain) ikat yang indah."
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR