Pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan mungkin sudah tak asing lagi bagi kita. Namun kali ini, ilmuwan percaya bahwa urin manusia pun dapat diolah menjadi bahan pupuk kompos.
Ide ini berangkat dari berbagai kelemahan pupuk buatan pabrik dan menginspirasi Debendra Shrestha, seorang peneliti di Universitas Tribhuvan di Kathmandu, Nepal, untuk mengembangkan pupuk yang berasal dari air seni manusia.
Di Nepal sendiri urine manusia dijadikan material pembuatan pupuk bukanlah hal yang baru. Para petani Nepal telah menggunakan air seni manusia untuk tanaman mereka berabad-abad yang lalu. Tidak seperti pupuk buatan pabrik yang mahal, urine manusia tersedia dengan cuma-cuma dan tidak memiliki dampak yang berbahaya bagi lingkungan.
Untuk mengetahui apakah urine manusia ini benar-benar dapat bekerja dengan baik terhadap tanaman, Shrestha bersama kolega melakukan penelitian pada tanaman paprika. Paprika ditanam di atas tanah yang mengandung urine manusia, kompos, dan urea. Dari ketiga material tersebut, kandungan nitrogen tertinggi terdapat pada air seni manusia.
Hasilnya tanaman paprika yang ditanam di atas tanah tersebut tumbuh menjadi tanaman tertinggi dan yang paling berbuah. Baru-baru ini, studi ini telah diterbitkan dalam jurnal Scientia Horticulturae.
Para ilmuwan meyakini air seni bekerja begitu efektif ketika bercampur bersama material lainnya. Misalnya, campuran kompos dengan urine menurunkan jumlah nitrogen yang hilang di dalam.
Sementara, kedua zat ini juga bekerja sama memproduksi lebih banyak karbon yang juga dibutuhkan oleh tanaman.
"Kita harus mulai bergerak dengan menerapkan urin dalam kombinasi dengan kompos," kata Shrestha.Namun, tak semua orang percaya dengan hasil penelitian ini. Karena penelitian lain yang dilakukan di Afrika mengungkap bahwa kombinasi antara urine manusia, kotoran manusia, dan kotoran unggas tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada menggunakan pupuk buatan pabrik.
Paparan lengkap mengenai pupuk buatan pabrik dan dampaknya bagi manusia terangkum dalam Memupuki Dunia Kita sebagai feature dalam National Geographic Indonesia edisi Mei 2013.
Penulis | : | |
Editor | : | Andri Donnal Putera |
KOMENTAR