Pernahkah Anda mendengar nama satwa tenkile atau kangguru pohon scott (Dendrolagus scottae)? Tampilan fisiknya menggemaskan. Berbulu seperti koala, berwarna hitam, berekor panjang, dan beratnya mencapai 9,5 kilogram (betina) hingga 11,5 kilogram (jantan).
Satwa yang dulu biasa ditemui di Gunung Torricelli, Papua Nugini, ini kondisinya di titik nadir. Tidak banyak orang yang tahu soal satwa yang jumlahnya tinggal 300 individu ini saja.
Dalam situs resmi Tenkile Conservation Alliance (TCA) tertulis bahwa penyebab utama tenkile terancam punah adalah meningkatnya populasi manusia di Gunung Torricelli. Manusia yang biasa berburu dengan panah atau tombak, kini juga beralih menggunakan senjata api.
Dulunya, para pemburu lokal tenkile biasa menemukan empat tenkile dalam waktu bersamaan. Kemungkinan besar, ini adalah "keluarga kecil" di mana pasangan tenkile membawa dua anaknya. Beberapa pemburu mengaku, 30 tahun lalu mereka bisa menangkap enam tenkile.
Tapi kini, tenkile nyaris tidak terlihat lagi oleh warga setempat. Kalau pun ditemukan, hanya satu atau dua tenkile saja. Euan Ritchie, pengajar ekologi dari Deakin University di Queensland, Australia, menyebut, "Dalam hal kangguru pohon, mereka sangatlah penting dalam hal budaya dan spiritual masyarakat setempat. Mereka muncul dalam kisah dan lagu [rakyat]," kata Ritchie, dilansir dari Mongabay, Rabu (5/6).
Diceritakan Ritchie, saat warga lokal ditunjukkan foto dari tenkile di alam, mereka akan menangis. "Karena jumlah mereka tinggal sedikit dan berarti besar bagi warga setempat."
Herbivora berukuran sedang ini memiliki nama lokal Olo. Ia berperan besar dalam struktur dan komposisi besar atas hutan yang mereka tinggali. Untuk program konservasi, TCA menyarankan adanya sosialisasi melalui budaya setempat.
Selain itu bisa juga dibantu melalui tokoh-tokoh agama Katolik yang berada di lokasi untuk mengadakan konservasi massal.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR