Tiap 30 tahun sekali, atau sekitar satu tahun versi Saturnus, badai besar melanda bagian utara hemisfer planet itu. Pada 2010 lalu, terjadi badai paling terbaru dan menjadi badai keenam yang bisa diamati manusia.
Badai tersebut dengan cepatnya berubah menjadi badai super. Dengan kelebaran mencapai 15.000 kilometer, bahkan bisa terlihat oleh pengamat amatir dari Bumi. Wujudnya berupa titik putih besar yang nampak bergerak di permukaan planet bercincin tersebut.
Berkat teknologi pengukuran spektral yang diambil wahana antariksa Cassini dan analisa para peneliti dari University of Wisconsin-Madison, AS, badai ini membuka jalan untuk mengetahui komposisi Saturnus. Ada beberapa temuan kunci yang dihasilkan.
Ternyata partikel awan yang ada di bagian atas badai super tersebut merupakan komposisi campuran dari air, es, amonia es, dan "sosok" yang kemungkinan besar adalah amonium hidrosulfida. Menurut para penelitinya, observasi ini konsisten dengan awan yang terdiri dari komposisi kimia berbeda yang muncul saling berdampingan.
Hasil penemuan yang dituliskan dalam jurnal Icarus dan terbit September 2013 ini menyatakan adanya bentuk es dari air dan amonia. Air dalam bentuk seperti ini sebelumnya belum pernah diamati di Saturnus.
"Menurut kami, badai super ini membawa partikel awan macam ini ke atas, mirip seperti gunung api yang membawa material dari kedalaman [planet] dan membuatnya terlihat dari bagian luar atmosfer," papar pemimpin penelitian ini, Lawrence Sromovsky.
Para pakar meyakini bahwa atmosfer Saturnus mirip roti isi berlapis. Yakni berupa tumpukan awan air di bagian bawah, awan amonia hidrosulfida pada bagian tengah, awan amonia dekat bagian teratas --sedikit di bawah kabut troposfer dari komposisi yang belum diketahui.
Dengan adanya badai ini, ditambah bantuan dari Cassini yang mengorbitnya, manusia jadi punya peluang mempelajari Saturnus. Juga untuk "mengintip" dinamika dan komposisi kimia dari atmosfer terdalamnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR