Kekejaman Kempeitai, polisi militer Jepang pada Perang Dunia II, sering disamakan dengan Gestapo Nazi. Namun, antara keduanya ada perbedaan.
Pada praktiknya, Kempeitai tidak memiliki satuan-satuan pembasmi sebagaimana yang dimiliki Gestapo dengan Einsatzgruppen, Satuan Aksi Khusus SS yang dipimpin Reinhard Heydrich. Dalam Kempeitai juga tidak ada sosok macam Heinrich Himmler yang membentuk Gestapo menjadi pembasmi semua orang atau kelompok yang tidak disukai, rasial, ataupun homoseksual.
(Simak di: Ada Relawan Indonesia di Pasukan Elit Hitler)
Gestapo melakukan semua ini dengan tujuan tercapainya "ras yang murni terdiri dari insan-insan super". Bagi Kempeitai, sasaran utamanya adalah setiap orang atau kelompok yang dicurigai atau dianggap menentang konsep Hakko Ichiu (Seluruh Dunia di Bawah Satu Kekuasaan).
Ini merupakan istilah orang Jepang bagi wilayah-wilayah yang didudukinya. Namun, dalam tugas sebagai penguasa kamp tahanan di Asia Tenggara, peranan Kempeitai kira-kira serupa dengan Waffen SS Nazi, khususnya Divisi Totenkopfverbande (Death's Head Division).
Para anggota Kempeitai tak cuma punya kedisiplinan luar biasa, tapi juga kefanatikan rasial dan politik. Adalah jamak bagi perwira Kempeitai menjalankan berbagai fungsi sekaligus, mulai sebagai polisi penyelidik, penuntut, hukum, hakim, juri, hingga algojo.
Terhadap apa pun yang dituduhkan oleh Kempeitai, jangan harap ada kemungkinan minta keringanan hukuman atau pun bantuan hukum. Baik di Korea, Manchuria, Cina, dan seluruh wilayah yang diduduki Jepang dalam Perang Asia Timur Raya, tak terbilang lagi jumlah orang yang dijadikan sasaran kekejaman Kempeitai.
Di Singapura saja misalnya, ribuan orang Cina dibunuh secara sistematis oleh polisi militer Jepang ini hanya karena anggapan bahwa mereka mungkin akan menentang pendudukan Jepang.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR