Sepetak makam di salah satu sudut kompleks Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sasanalaya, Jalan Ireda 4, Yogyakarta, diduga merupakan lokasi penguburan pejuang asing, yaitu Alexander Noel Constantine dan Roy Hazlehurst. Keduanya merupakan pilot dan ko-pilot pesawat Dakota VT-CLA yang ditumpangi tiga pahlawan nasional, yakni Komodor Muda Udara (Kolonel) Adisutjipto, Komodor Muda Udara Abdulrachman Saleh dan Opsir Muda Udara I (Lettu) Adisumarmo.
Pesawat itu jatuh ditembak Belanda saat hendak mengirim obat-obatan ke Yogyakarta pada 29 Juli 1947. Pesawat itu terbang dari Singapura membawa pasokan obat-obatan bantuan Palang Merah Malaya, dan ditembak jatuh oleh dua pesawat Kitty Hawk milik Belanda saat hendak mendarat.
Constantine sempat mencoba mendarat darurat, namun gagal dan jatuh di sekitar Dusun Ngoto, Bantul, Yogyakarta. Adapun seorang penumpang yang berhasil selamat adalah Abdul Gani Handonotjokro.
Constantine asal Australia beserta istrinya dan Hazlehurst asal Inggris juga menjadi korban tewas. Namun, selama berpuluh-puluh tahun sejak peristiwa itu, kedua pejuang asing yang membantu Indonesia mengirim obat-obatan tersebut tidak ditemukan jejak pemakamannya.
Dikabarkan, kedutaan besar (kedubes) negara asalnya lama mencari namun tidak menemukannya. Demikian juga ahli waris Constantine mencari sampai ke Indonesia. Berawal dari pencairan itulah, belum lama ini juru kunci makam Sasanalaya, Sumadi (61), menemukan sepetak makam yang diduga merupakan lokasi penguburan Alexander Noel Constantine serta istrinya dan Roy Hazlehurst.
Belum ada pihak yang dapat memastikan kebenaran temuan makam tersebut. Namun, berdasarkan beberapa petunjuk dokumentasi foto pemakaman dan catatan buku administrasi lawas di TPU Sasanalaya Jalan Ireda, sepetak makam itu diduga lokasi liang kubur ketiga pejuang asing tersebut.
Sumadi ketika ditemui Tribun Jogja pada dua hari terakhir pun menyempatkan waktu berbagi cerita mengenai penemuannya itu. Sumadi merupakan juru kunci makam yang bertugas sejak 2002. Setahun pertama, pria berbadan tinggi tersebut kerap menghabiskan waktunya di kompleks makam.
Pada 2003, dia mendapat kabar dari seorang mantan juru kunci makam, Giyono, bahwa Kedubes Australia mencari makam pahlawannya, yakni Constantine dan istrinya.
Informasi pencarian itu sampai ke Pemerintah Kota Yogyakarta namun belum membuahkan hasil. Tak berapa lama, pihak kedubes kembali melanjutkan pencarian ke Monumen Perjuangan TNI AU di Jatiarang, Tamanan, Banguntapan, Bantul DIY (wilayah Ngoto). Di monumen tempat pemakaman pahlawan Adisutjipto itu, pihak kedubes mendapat informasi berdasarkan catatan dan dokumentasi.
"Dari pihak monumen, kami juga mendapat beberapa pertanyaan keberadaan buku tua daftar pemakaman. Saya mencarinya dan baru menemukannya di lemari paling bawah pada 2003," ujar Sumadi, Rabu (25/9).
Sumadi membuka-buka buku tersebut sampai kelelahan. Namun, dia akhirnya menemukan nama penjuang asing Constantine beserta istrinya (Ny Constantine) dan Roy Hazlehurst dalam buku berumur puluhan tahun itu. Artinya, dugaan bahwa ketiganya dimakamkan di TPU tersebut semakin kuat.
Permasalahannya, dia saat itu tidak dapat menemukan lokasi tepat penguburannya. Titik terang muncul ketika 2005 pihak Kedubes Australia mengirimkan perwakilannya menemui Sumadi. Menurutnya, pihak kedubes saat itu datang membawa buku berisi dokumen foto pemakaman ketiga pejuang itu.
"Berdasarkan foto itu jelas lokasinya di sini. Suasananya ada kerumunan pelayat menghadap ke utara, peti mati di sisi barat, dan kereta pembawa jenazah di timur. Saat itu dinding kantor jaga ini masih rendah belum ada jendela," ujar Sumadi di ruang kantor jaga TPU tersebut.
Beberapa hari kemudian, Sumadi melaporkan perkiraan lokasi kuburan itu ke Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Kota Yogyakarta. Kabar temuan itu juga direspons pihak TNI AU.
Berdasarkan dokumen dan catatan buku usang daftar pemakaman, Sumadi mencoba memetakannya. Buku tua bersampul cokelat sederhana itu berisi tulisan tangan miring nan rapi mencatat nama para penghuni makam sejak zaman dahulu.
Nama Alexander Noel Constantine, istrinya, serta Roy Hazlehurst tercatat sebagai penghuni Blok QQ 1/2. Dia pun mengurutkan berdasarkan catatan itu dipadukan dengan foto dokumentasi pemakaman yang dibawa Kedubes Australia.
"Saya tahu bahwa Blok QQ sekarang adalah lokasi yang dinamai Blok E," kata Sumadi. Menurutnya, nama blok QQ berubah menjadi blok E sejak sebagian kompleks makam dimanfaatkan sebagai Pura Wisata.
Petunjuk yang ditemukannya mengarah pada lokasi di sisi kanan pintu gerbang masuk TPU. Lokasinya tepat di depan kamar mandi/WC TPU. Hal itu berdasarkan urutan daftar nama dalam catatan buku tua tersebut. Hanya, saat diamatinya ternyata titik lokasi itu tidak terlihat seperti makam dengan nisannya.
Sumadi akhirnya mencoba mencangkul tanah di sekitar situ. Tak terduga, semeter di bawah tanah itu terdapat pondasi datar. Diduga pondasi keras itu merupakan liang kubur Alexander Noel Constantine, istrinya, serta Roy Hazlehurst.
Pantauan Tribun Jogja, petak tanah tersebut terletak di sisi utara, dekat dengan pintu masuk TPU berluas sekitar 1,4 hektare itu. Satu petak berukuran sekitar 1,5 x 2 meter, sedangkan satu lagi belum dapat diketahui ukurannya karena masih tertimbun tanah cukup tinggi.
"Saya kenal tempat ini sejak lama. Mereka (dari Kedubes Australia) menunjukkan foto saat pemakaman dan beberapa data. Dari situ saya bisa tahu persis di mana makam yang dimaksud," katanya.
Meski Sumadi telah menemukan lokasi yang diduga makam pejuang itu, namun pencairan itu beberapa tahun berikutnya terkesan mandek. Sejak 2005 hingga 2013, tampaknya pencairan tidak berlanjut. Sumadi menduga pihak-pihak terkait sedang sibuk. Dia juga memperkirakan pimpinan di TNI AU telah berganti beberapa kali sehingga upaya memastikan lokasi makam tidak dilanjutkan.
Sampai akhirnya pada 25 Agustus 2013 lalu datanglah Geoffrey Gold dan Titik Dwi Apriati Ningsih. Keduanya datang dari Melbourne (Australia), mengaku sebagai kemenakan Constantine. Mereka merupakan ahli waris Constantine, pilot Dakota VT-CLA yang membawa Adisutjipto dan beberapa lainnya pada 1947.
"Mereka mencari makam pamannya itu. Datang ke TPU atas petunjuk Monumen Perjuangan TNI AU di Ngoto," katanya.
Ketika ditemuinya, ahli waris Constantine itu diajaknya melihat lokasi yang pernah ditemukannya. Menurutnya, ahli waris itu mengeluh kepadanya, mengapa makam pamannya tersebut tidak mendapat perhatian. "Mereka lalu kembali menghubungi Mayor Sutikno di Monumen Ngoto. Mereka disarankan ke Kedubes," ujar Sumadi.
Sepekan lalu, menurut Sumadi, kedua ahli waris Constantine baru saja bertemu dengan pihak Kedubes Australia. Malam sekitar pukul 24.00, keduanya menelepon bahwa pihak kedubes akan datang seusai Idul Adha untuk meninjau lokasi. Sumadi mengaku langsung meneruskan informasi itu ke kecamatan dan Dinas Kimpraswil.
"Dari situ ada kabar agar lokasi direhab. Mulai hari ini kami bongkar kamar mandi di dekat lokasi itu agar kelihatan makamnya," ujar Sumadi.
Pria yang mengaku sukarela menunggu dan mengurus makam itu selalu siap melaksanakan perintah. Dia juga memahami, rehab dan bersih-bersih lokasi disiapkan untuk menerima kunjungan usai Idul Adha mendatang. Meski demikian, Sumadi saat ini masih merasa ragu dan butuh pembuktian mengenai kebenaran lokasi itu.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR