Nama Jenderal Tomoyuki Yamashita sempat mencuat di Perang Dunia II setelah berhasil merebut Semenanjung Malaya dari tangan Inggris. Prestasi ini sekaligus membuatnya mendapat julukan "The Tiger of Malaya".
Kegagahberaniannya, di luar invasi yang dilakukannya, terlihat ketika menolak bunuh diri di saat Jepang kalah perang. Tradisi harakiri tak dijalani Yamashita dengan alasan, "If I kill myself, someone else will have to take the blame." Benar, seseorang bakal jadi kambing hitam atas pertempuran yang terjadi saat memperebutkan Manila, Filipina.
Yamashita menginjakkan kakinya di Filipina pada 5 Oktober 1944, dua minggu sebelum pasukan AS kembali ke negara yang sama. Ia melawan pasukan AS yang dipimpin Jenderal Douglas MacArthur dengan total serdadu mencapai 75 ribu orang.
Yamashita juga memasok pasukan-pasukan baru dari Korea dan Manchuria, hingga jumlah pasukannya mencapai 350 ribu orang untuk mempertahankan Filipina. Setelah dua bulan bertempur, Yamashita kehilangan 60 ribu pasukan, sementara pihak AS hanya kehilangan 3.500 orang.
Secara teori, Yamashita masih memiliki sisa 27 ribu pasukan yang terbagi menjadi tiga grup untuk mempertahankan Luzon dan Manila. Tapi karena tak disokong penguasaan wilayah udara, mereka terisolasi.
Kondisi makin diperparah dengan adanya perpecahan antara Yamashita dengan Laksamana Muda Sanji Iwabuchi, komandan pasukan infanteri Jepang. Tahu tak bakal bertahan, Yamashita memerintahkan pasukannya mundur. Namun, ini tak dipatuhi Iwabuchi yang malah memerintahkan 17.000 anak buahnya bertempur mati-matian.
Pertempuran berdarah-darah pun terjadi dalam perebutan Manila. Malangnya, korban paling besar malah jatuh dari penduduk sipil yang kebanyakan merupakan korban anak buah Iwabuchi.
3 Maret 1945, Manila akhirnya jatuh ke tangan AS dan Yamashita menyerah pada 2 September tahun yang sama. Pada 23 Februari 1946, ia dihukum gantung di Filipina setelah menjalani pengadilan militer dan dianggap bertanggung jawab atas pembantaian di Manila.
Artikel lengkapnya bisa Anda simak di Majalah Angkasa edisi The Great Commanders of the Battle Fields.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR