Seorang wanita berusia 29 tahun menderita sebuah kondisi yang sangat jarang terjadi. Ia untuk sementara kehilangan kemampuan mendengar kata-kata, padahal ia masih bisa mendengar suara lainnya.
Wanita ini, yang juga terdeteksi positif HIV, menderita sakit kepala dan kesulitan mendengar selama dua bulan setelah mulai meminum obat antiretroviral (ARV). Obat tersebut diminumnya untuk menjaga kadar virus di tubuhnya tetap rendah.
Satu bulan kemudian, wanita ini merasa percakapan orang di sekitarnya perlahan sayup dan akhirnya menghilang. Kemudian, wanita yang bekerja sebagai teller bank ini pun mengunjungi dokter.
Dia mengeluhkan masalahnya yang tidak bisa mendengar suara orang bicara, meskipun masih dapat untuk mendengar suara lainnya, seperti bunyi bel dan melodi musik.
Dr Ashok Verma, dokter yang ikut menangani kasus wanita tersebut, mengaku belum pernah menemukan kasus serupa selama 22 tahun pengalamannya menjadi dokter.
"Bagian paling manarik di sini adalah ketika ada seseorang yang mengatakan kepada Anda, 'Aku ingin mendengar, aku ingin merespons, aku sangat tertarik, tetapi aku tidak tahu apa yang Anda bicarakan'. Dan, wanita itu mengatakan itu kepadaku sesuatu yang jarang terjadi di praktik kedokteran," papar pakar saraf dari University of Miami Miller School of Medicine ini.
Kondisi ini, yang kemudian disebut dengan pure word deafness atau tuli kata, juga pernah dialami oleh pasien stroke yang mengalami kerusakan pada area otak yang mengenali bahasa, area Wenicke. Demikian menurut studi yang dipublikasi dalam jurnal JAMA Neurology.
Setelah dilakukan pemindaian pada otak, para peneliti menemukan bahwa wanita tersebut menderita luka di bagian kanan dan kiri otak. Mereka pun menganalisis, ada dua faktor yang mungkin berperan, yaitu encephalitis HIV, yakni peradangan otak yang umum dialami ODHA (orang dengan HIV/AIDS). Selain itu, ada pula faktor sindrom imun rekonstitusi, kondisi menurunnya sistem imun selama terapi ARV.
Hasil pemindaian otak mengindikasikan, luka khususnya terdapat pada sisi kiri otak wanita yang memengaruhi area Wernicke. Sementara bagian otak depan yang bertanggung jawab pada kemampuan bicara tidak mengalami luka.
Setelah mendapat terapi steroid, perlahan kemampuan mendengar wanita mulai membaik. Setelah 10 minggu bahkan kemampuannya sudah kembali seperti sedia kala.
Verma mengatakan, terapi ARV memiliki efek samping, yaitu luka pada otak, tetapi kondisi tersebut sangat jarang terjadi. Dan, kehilangan kemampuan mendengar kata tidak selalu dialami oleh ODHA.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR