Semasa saya remaja, salah satu destinasi akhir pekan kami sekeluarga adalah Madura. Saat itu, tentu saja, jembatan Suramadu belum berdiri (namun penentuan titik tiang pancang dan serangkaian penelitian sudah dilakukan), sehingga rute yang ditempuh adalah bermobil dan naik feri dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya ke arah Kamal, Madura. Salah satu nama feri yang kondang adalah Potre Koneng alias Putri Kuning.
Dari beberapa dialog, di tengah keramaian para pemudik asal Pulau Garam menjelang Idul Adha, kami berbincang dengan tetangga di feri. Makin akrab karena ayah saya tergolong cakap bertutur Madura. Salah satu topik yang diungkap Bakhtiar, demikian nama pria asal Sampang itu, "Jumlah pemudik lebih membeludak saat berlangsung Hari Raya Kurban, dibanding Lebaran atau hari raya Idul Fitri bahkan tahun baru."
Menurut Bakhtiar, karena Idul Adha setara dengan hari solidaritas dalam kehidupan kaum muslim Madura. Di mana zakat hewan kurban dibagikan kepada para penerima, masakan yang dibuat pun lebih lengkap dan yang ada di rumah bersama-sama mendoakan para saudara, kerabat serta tetangga yang sedang menunaikan ibadah haji di Tanah Suci. "Sehingga kedekatan lebih terasa, kami mengirim doa dan bila ada jemaah haji yang tidak kuat di sana dan meninggal, kami memberikan kekuatan kepada pihak yang ditinggalkan."
Itu sebabnya, saat menjelang Hari Raya Idul Adha, feri Surabaya - Madura (saat itu) mengalami lonjakan penumpang yang sangat terasa. Pemudik ke Pulau Garam tidak hanya berasal dari Surabaya serta bagian Jawa Timur lainnya, melainkan dari mana saja. Feri hilir - mudik 24 jam dan mengangkut bus-bus besar, apalagi tidak semua pemudik ini menuntaskan perjalanan di Bangkalan (Kamal), namun sampai ke destinasi yang lebih jauh, mulai Sampang, Pamekasan, hingga Sumenep. Angkutan jarak jauh ini sangat dibutuhkan.
Di masa kini, kepadatan itu "dibagi" dengan Jembatan Suramadu, atau bisa jadi lebih banyak yang memilih jalan darat karena perjalanan dirasa lebih praktis dan tidak bergantung pada jadwal keberangkatan feri.
Tidak heran, banyak pejalan bermobil melakukan day-trip dari Surabaya ke Kabupaten Bangkalan. Termasuk saat libur Idul Adha kali ini.
Melintas Jembatan Suramadu dari arah Surabaya ke Bangkalan, begitu menjejakkan kaki di bumi Madura, sudah ada gerai-gerai cendera mata yang menawarkan batik madura, layang-layang dekoratif sampai beberapa penganan dan buah-buahan seperti salak.
Sedikit melaju lagi, bakal menjumpai kedai Bebek Sinjay yang ramai diperbincangkan penggemar wisata kuliner. Toh, Madura juga punya "koleksi" hidangan tak kalah sedap, seperti musawaroh atau semacam terik ati dan ampela ayam, soto dan sate (di sana tidak perlu dibubuhi kata "madura" lagi), nasi petis (dengan lauk dimasak bumbu petis) dan kudapan potre nyelem.
Bila tidak ingin jauh-jauh sampai ke Sumenep karena berkunjung tanpa menginap di Madura, Anda dapat pelesir ke mercusuar Sembilangan yang berdiri pada 1879 serta pantainya, berziarah ke makam Aermata Ebu sampai berbelanja batik gentongan buatan Tanjungbumi.
Saat liburan, termasuk hari raya dan hari-hari besar, mercusuar Sembilangan banyak dikunjungi wisatawan. Sementara di luar hari libur, Anda akan merasakan betapa lengangnya menara suar yang menghadirkan pemandangan sampai nun jauh di sana. Selamat berlibur ke Pulau Garam.
Penulis | : | |
Editor | : | Jessi Carina |
KOMENTAR