Jelang sore, saya melenggang ke Dermaga Osakajo. Saya tak mau menyia-nyiakan kesempatan menikmati pelayaran sungai seputar Puri Osaka, melengkapi pengalaman melayari kanal Dotombori dua hari sebelumnya.
Catamaran yang saya tumpangi berdinding dan beratap kaca. Kalau saja di tengah musim sakura, saya akan membelah sungai dengan tepian dipenuhi sakura. Sekali lagi, saya tak mengeluh. Semeja dengan pelancong ibu muda dan putrinya dari Tokyo, saya menikmati penuh pemandangan selama satu jam pelayaran yang melintasi Dermaga Hachikenyahama, Dermaga Yodoyabashi, Osaka Amenity Park dengan Imperial Hotel Osaka tepat menghadap sungai dan kembali ke dermaga awal.
Bukan hanya saya yang menikmati sungai sore itu tapi juga warga setempat yang terlihat berjalan santai di tepian atau duduk tenang memandang sungai yang sudah dibentuk sedemikian hingga lurus bak kanal.
Kembali ke hotel, saya pun berjalan santai dan berkali-kali berhenti di muka toko atau resto yang menempatkan pot-pot kecil di teras. Akhir musim semi di pertengahan Mei itu masih dimeriahkan oleh tanaman semak dan rumput yang memekarkan bunga. Saya kagumi aneka warna dan kelopak bunga yang kebanyakan saya tak tahu pasti jenisnya. Selain bakung putih dan warna-warni, yang lain hanya saya kira-kira mirip bunga semesta dan tapak dara.
Soal kecintaan terhadap bunga, saya kembali mendapatkannya di Hirakata Park Rose Garden (saya mendapatkan informasinya dari flyer di stasiun kereta). Di dalam informasi cetak itu, hanya ada satu keterangan dalam bahasa Inggris: Hirakata Park Rose Festival, dan denah Hirakata Park Rose Garden dengan empat pembagian – Modern Rose Garden, Old Rose Garden, Shrub Rose Garden, English Garden. Itulah modal saya berkomunikasi dengan satu-satunya staf hotel yang bisa berbahasa Inggris, dan berbahasa isyarat dengan petugas stasiun kereta.
Hirakata Park terletak di timur laut Osaka Prefecture (provinsi), dekat perbatasan Nara dan Kyoto Prefecture. Entah mengapa, kota kecil Hirakata dan Hirakata Park, nyaris tak pernah masuk daftar tujuan wisata yang dianjurkan dikunjungi dalam buku, artikel atau situs online wisata Jepang dan Osaka.
Dari Stasiun Hirakata-Koen dari jalur Keihan, kita cukup berjalan santai lima menit. Menikmati kota kecil dengan jalan lingkungan sepi, tenang, melewati kawasan pemukiman penduduk home on the land, rumah tunggal di atas tanah, bukan apartemen tinggi yang kini umum di Jepang. Kalau pun ada rumah susun, maksimal couple house atau dua lantai dengan empat rumah, dengan garasi dan halaman ditanami aneka tanaman bunga yang bermekaran.
Awalnya saya menyangsikan info bahwa HiraPa atau Hirapah– julukan akrab Hirakata Park –nomor dua terbanyak dikunjungi di Osaka setelah Universal Studios Japan dengan 1,2 juta pengunjung per tahun! Saya tiba 30 menit lebih cepat dari jam buka, sudah banyak keluarga muda dengan anak-anak datang dan menunggu taman dibuka dengan tiket 1.300 yen.
Peta panduan wisata menunjukkan, HiraPa sedang merayakan 100 tahun keberadaannya sebagai ajang hiburan. Dibuka pada 1912, HiraPa merupakan taman hiburan terlama yang masih beroperasi di Jepang. Kini dikelola Perusahaan Kereta Listrik Keihan, HiraPa dicikalbakali Kori Yuenchi (Taman Kori) pada 1910, lalu pindah ke Hirakata pada masa Taisho, 1912.
Secara umum, HiraPa didominasi arena hiburan anak-anak dan keluarga dengan 43 wahana seperti Elf (roller coaster), The Boon (water boom), dan ferris wheel. Namun di sini pun ada kebun binatang mini yang dihuni antara lain oleh panda merah (Ailurus fulgens) dan berang-berang (Aonyx cinerea).
Yang paling menarik perhatian saya adalah wahana simulasi gunung berapi di tengah kolam yang meletus tiap beberapa saat. Seperti mengingatkan, bahwa Jepang pun nyaris seperti Indonesia, terletak di sabuk api.
Rose Garden –Taman Mawar yang dipenuhi 4.000 tanaman mawar yang mewakili 600 spesies dari penjuru dunia, sesungguhnya hanya menempati sepotong lahan HiraPa di pojok depan kanan. Mata saya kini benar-benar terbuka lebar dengan dada membuncah. Benar-benar pemandangan yang melegakan ruang dada. Saya sempat “bingung” bagaimana cara terbaik menjelajah dan menikmati istana mawar ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR