Karena setiap orangutan punya wilayah teritori sendiri, jangan sampai pelepasliarannya malah mengganggu keseimbangan ekologis di kawasan hutan lindung tersebut. Lalu mau dilepasliarkan ke mana orang-orang utan yang berhasil diselamatkan? Hutan-hutan yang biasanya menjadi tempat pelepasliaran pun sudah penuh sesak karena over populasi orangutan.
Belum lagi masalah pembiayaannya. Upaya peyelamatan orangutan yang dilakukan tim pembiayaannya berasal dari LSM-LSM yang terlibat seperti COP, dan AIR. Pemerintah daerah melalui BKSDA setempat memberi bantuan tenaga tambahan, kemudahan birokrasi dan legalitas operasional tim. Di pusat-pusat rehabilitasi orangutan pun format pembiayaan dan bantuannya seperti itu.
Sudah saatnya perkebunan perkebunan kelapa sawit yang ikut menggusur habitat orangutan diberikan tanggung jawab untuk membiayai semua upaya konservasi orangutan.
Mulai dari upaya penyelamatan orangutan dari hutan yang digusur, mendirikan pusat rehabilitasi baru, sampai membeli sejumlah hutan untuk dijadikan tempat pelepasliaran orangutan korban kelapa
sawit.
Entah sampai kapan orangutan bertahan dari kepunahannya. Perusakan hutan akan terus terjadi dengan berbagai alasan, hutan menciut dengan cepatnya. Pemerintah mentargetkan akan membuka sepuluh juta hektare kebun sawit. Sampai saat ini yang sudah tercapai baru sekitar tujuh juta hektare.
Berarti akan masih banyak lagi hutan-hutan yang akan dibuldozer menjadi lahan kebun sawit. Harus bagaimana lagi upaya penyelamatkan orang utan dengan semua masalah di atas tersebut? Ah, Susah betul menyelamatkan orangutan!
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR