Simak dulu Bagian 1, Bagian 2, Bagian 3, Bagian 4
KELUAR labirin rumit namun mengasyikkan di kawasan Istana Gyeongbokgung, tontonan menarik sudah menunggu saya. Apalagi kalau bukan pertunjukan terkenal dari Teater Nanta yang tiketnya telah saya pesan beberapa hari lalu lewat internet.
Lokasi pertunjukan berada di lantai tiga dan lima dari Gedung UNESCO di pusat keramaian Myeongdong. Teater Nanta pertama kali dipentaskan pada 1997 dan terus menuai pujian hingga sekarang menjadi salah satu tontonan bagi wisatawan yang bertandang ke Seoul.
Pertunjukan yang ditampilkan adalah drama komedi nonverbal dengan setting sebuah dapur dan menggunakan alat-alat masak sebagai alat musik perkusi. Dalam hati saya bersorak, inilah yang ditunggu-tunggu, karena tidak perlu mengerti bahasa Korea selama menikmati pertunjukannya! Aksi-aksi teatrikal bercampur keahlian memainkan alat-alat dapur sebagai alat musik benar-benar membuat saya terpukau. Ini sebuah suguhan menyegarkan.
Keluar dari gedung pertunjukan Teater Nanta, saya berbaur dengan pejalan kaki di kawasan Myeongdong. Sore itu hujan turun rintik-rintik namun tidak membu-at surut keramaian di sepanjang ruas jalan. Para pedagang pun tetap bersemangat menarik minat pembeli. Mereka berseru bersahut-sahutan menjajakan barang jualan mereka.
Sejenak saya teringat pada semboyan Seoul yang tertulis dekat bandara. Bunyinya, “Smile with English". Dari para pedagang itu, saya dapat menangkap sejumput kehangatan emosional mereka ketika saya mencoba menawar beberapa barang dagangan, antara lain suvenir khas miniatur piring dan sendok. Diam-diam saya mengagumi bangsa Korea atas kepedulian mereka terhadap peninggalan sejarah, seni, dan budaya. Sekaligus takjub atas kerapian tata kotanya, sikap disiplin warganya, juga parade fashionista kaum mudanya. Hati terasa berat meninggalkan kota yang mendadak saya datangi ini. Ghamsahamnida, Seoul! Terima kasih untuk tampil menawan bagi pejalan.
Penulis | : | |
Editor | : | Oik Yusuf |
KOMENTAR