Gerakan Desa Membangun (GDM), sebuah gerakan yang berangkat dari inisiatif kolektif desa-desa di Indonesia untuk mengelola sumber daya desa dan tata pemerintahan yang baik, telah mencatat sebuah sejarah membanggakan. Melalui suatu gagasan yang ditelurkannya, yaitu Desa Melek Informasi dan Teknologi (DEMIT). DEMIT mengadakan Video Conference dengan dengan tema Sosialisasi RUU Desa, melibatkan kurang lebih 360 desa dari 36 titik berbeda di seluruh Indonesia di Jakarta pada Senin (9/12).
Kegiatan Video Conference DEMIT yang baru pertama kali dilakukan di Indonesia ini memecahkan Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Video Conference dengan titik lokasi terbanyak.
DEMIT berisikan anak-anak muda pegiat informasi dan teknologi (IT) di Banyumas, Jawa Tengah. Peserta Video Conference adalah para kepala desa, perangkat desa dan warga desa yang ada di Indonesia, mulai dari Aceh sampai Papua.
Kegiatan ini dilakukan untuk membuktikan kesiapan desa ambil bagian dalam kemajuan teknologi informasi, juga memanfaatkannya untuk kemajuan desa —utamanya dalam menyambut RUU Desa yang akan segera disahkan. Budiman Sudjatmiko, Wakil Ketua Pansus RUU Desa dan Pembina GDM, didapuk menjadi pembicara untuk berinteraksi langsung melalui konferensi video dengan para kepala desa, perangkat desa dan warga desa.
Ia mengatakan bahwa UU Desa dan DEMIT adalah dua amunisi penting untuk menuju nol kemiskinan di Indonesia. “Saya punya visi ke depan Indonesia nol kemiskinan, yaitu cukup sandang, pangan, dan papan. UU Desa adalah jalan untuk mencapai nol kemiskinan, melalui strategi membangun daulat desa. Pembangunan harus bertumpu dari bawah yaitu pada kemampuan 73.000 desa untuk menyangga kemajuan republik ini. Sedangkan DEMIT hadir sebagai salah satu wujud kesiapan desa menjalankan UU Desa,” kata Budiman.
Irman Meilandi, penggiat GDM mengatakan “Ini adalah terobosan. Membuktikan kesiapan desa menyambut pintu pembangunan yang dibuka oleh UU Desa. Metode konferensi video ini memungkinkan efisiensi komunikasi aparatur negara dengan unit terkecilnya. Metode seperti ini nantinya dapat menjadi metode komunikasi politik pemimpin dengan rakyatnya.”
Selanjutnya, GDM juga akan membangun dan mengembangkan fasilitas di berbagai wilayah di Indonesia. “Tidak akan berhenti di sini saja, nantinya akan ada situation room GDM dengan basis video conference yang siap sedia untuk komunikasi antardesa secara intensif sebagai fasilitator pemberdayaan,” ungkap Irman.
GDM tercetus pada 24 Desember 2011 di Desa Melung, Kedungbanteng, Banyumas. Gerakan ini lahir sebagai kritik atas praktik pembangunan perdesaan yang cenderung dari atas ke bawah (top down) dibanding dari bawah ke atas (bottom up). Sehingga desa sekadar menjadi objek, bukan sebagai subjek pembangunan. Desa tidak kurang diberi kewenangan dalam mengelola sumber daya di wilayahnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR