Ingat bentuk gedung opera di Sydney, yang terkenal itu? Nah, di Bali juga ada yang mirip. Namun warnanya tidak putih, tidak juga dikelilingi laut. Bangunannya juga tak sekokoh itu. Ah, tapi terlihat mirip, kok. Yang pasti, ini buatan asli Indonesia.
Bangunan itu adalah sebuah warung makan khas Bali. Namanya, Warung Beten Gatep, atau lebih dikenal dengan Warung Wisnu. Adanya di kawasan Kerobokan. “Beten Gatep” itu artinya “di bawah pohon Gatep atau Lontar”.
Saya diajak teman makan di warung itu. Tampilan bangunannya yang membuat saya tertarik. Bukan cuma dari bentuknya, tapi dari material dan strukturnya. Ada yang bilang, bentuknya kayak hurup “W”. Saya melihatnya seperti gedung opera Sydney itu.
Berdiri di atas empat fondasi yang melingkar. Strukturnya berupa susunan bambu, yang berdiri di atas fondasi dan melebar di bagian atasnya. Untuk satu bagiannya dibuat seperti layar sebuah perahu atau kapal laut. Lantas ujung atasnya digabungkan dengan bagian atas “layar” satu lagi. Nah, satu bagian sisi “layar” itu kemudian digabungkan dengan sisi “layar” yang lain, tapi bukan dengan “layar” yang bagian atasnya tadi sudah tergabung. Karena titik-titik fondasi-fondasi itu melingkar, jadilah bentuk “W” itu. Untuk cahaya di bagian dalam, salah satu atap dibuat lebih rendah dan tidak digabungkan, sehingga ada celah untuk masuknya matahari.
Susunan bambu itu lantas ditutup atap dari rumpun daun Buyuk. Mirip alang-alang, tapi daunnya lebih lebar. Lantainya dari pelur semen dengan hiasan cetakan daun teratai. Aksen daun teratai besar-kecil itu menambah daya tarik lantai. Lantai bertinggi sekitar 15cm dari hamparan rumput itu dikelilingi oleh taburan batu koral kehijauan selebar 30cm.
Penataan beberapa meja dengan empat –enam kursi kayu dibuat melingkar, mengikuti “bangunannya”. Di ujung dalam terdapat meja saji, dengan anglo-anglo yang berisi masakan khas Bali. Bagusnya, makanan itu dibuat dengan bahan organik. Sayurannya diambil dari tanaman organik, yang ditanam di areal warung –di bagian belakang ada kebun organik.
Untuk era “go green” sekarang ini, bangunan seperti ini layak disimak. Bambu; kita memang kaya dengan material yang mudah tumbuh ini. Soal daya tahan, tak kalah lama, bahkan bisa sampai 20 tahun. Tampilannya artistik, apalagi dengan desain yang kreatif. Seperti warung ini.
Sang teman mengajak saya ke sana karena, selain bahannya organik tadi, juga yang empunya orang lokal. Sang teman memang sadar untuk “hidup hijau, hemat energi, cinta lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat lokal”. “Berikan yang terbaik, walau dimulai dengan sedikit,” katanya. Bagaimana dengan Anda?
Penasaran lihat warungnya? Datanglah langsung ke sana!
Penulis | : | |
Editor | : | Kahfi Dirga Cahya |
KOMENTAR