Gua yang berisi petunjuk tentang tsunami besar di Samudra Hindia ditemukan di dekat Banda Aceh, menurut para ilmuwan.
Para peneliti mempelajari gua itu untuk mengungkap seberapa seringnya tsunami seperti yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 di seputar Samudra Hindia termasuk Aceh.
Gua itu mengandung pasir yang tersapu akibat gelombang dalam ribuan tahun terakhir.
Temuan gua itu mengungkap seberapa seringnya tsunami terjadi, kata Kerry Sieh dari badan observatori, Singapore Earth Observatory.
Para ilmuwan menggunakan tempat itu untuk menentukan seberapa sering bencana seperti yang terjadi tanggal 26 Desember 2004 terjadi.
Studi ini dilakukan dengan mempelajari sendimen di gua tersebut yang mudah dilihat dari lapisan kotoran kelelawar.
Lapisan paling mengagumkan
"Pasir akibat gelombang tsunami terpisah akibat lapisan kotoran kelelawar," kata Dr Jessica Pilarczyk.
"Kelelawar sangat terganggu jika ada orang. Dari sisi geologi, gua ini memiliki lapisan yang paling mengagumkan," katanya kepada BBC News.
Dr Pilarczyk mengungkapkan temuan ini dalam pertemuan American Geophysical Union, pertemuan tahunan ilmuwan geologi di San Fransisco.
Ia termasuk sebagai anggota tim yang dipimpin Profesor Charles Rubin dari Earth Observatory Singapore, institut di Universitas Teknologi Nanyang yang meneliti sejarah pulau terbesar Indonesia.
Saat ini, gua penuh dengan pasir dan kotoran kelelawar karena gelombang baru akan menyapu deposit yang ada sebelumnya.
"Tsunami tahun 2004 menggenang gua itu sepenuhnya," kata Prof Rubin.
Namun lapisan deposit dari sekitar 7.500 sampai 3.000 tahun lalu tetap terjaga.
Saat ini penelitian masih terus berlangsung namun menurut para peneliti mereka sudah dapat melihat petunjuk terjadinya antara 7 sampai 10 tsunami.
Geometri gua itu menunjukkan tsunami terjadi akibat gempa dengan kekuatan 8 skala Richter atau lebih.
Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 akibat gempa dengan kekuatan 9.2 skala Richter.
Namun para ilmuwan memperkirakan tsunami 2004 kemungkinan baru akan terjadi lagi paling tidak 500 tahun lagi.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR