Nationalgeographic.co.id - Kuch Kuch Hota Hai (Sesuatu Terjadi) tidak hanya membawa kita pada suasana joget riang atau merengek-rengek melihat kegalauan Shah Rukh Khan, Kajol, dan Rani Mukerji. Namun menurut Dr. M. Rafiek, dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia saat orasi ilmiah inagurasi mahasiswa baru pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat, Kuch Kuch Hota Hai memberi kita pendidikan tentang perdamaian.
"Terkait dengan pendidikan perdamaian, film ini secara umum mengandung contoh pendidikan perdamaian yang konkret dan bisa langsung dipahami oleh siapa saja yang menontonnya," kata Rafiek pada orasi ilmiahnya.
Ya, pada kajian ilmu budaya, seperti yang dikatakan Chris Barker dalam Cultural Studies: Teori dan Praktik, bahwa studi-studi budaya bekerja dengan konsepsi positif tentang budaya pop yang dinilai dan dianalisa secara kritis. Studi-studi budaya menolak pandangan elitis mengenai tinggi budaya rendah atau kritik atas budaya massa.
Karena itu, film seperti Kuch Kuch Hota Hai dapat dijadikan materi pembelajaran sastra. Ia tetap dipandang sebagai materi film yang berbobot.
Lalu? di manakah letak pendidikan perdamaian di film Kuch Kuch Hota Hai itu?
"Perdamaian terletak pada percakapan tokoh Rahul Khanna yang hormat dan patuh pada ibunya, tokoh Rahul Khanna yang sangat mencintai istri pertamanya, tokoh Rahul Khanna yang sangat menyayangi anaknya, tokoh Rahul Khanna yang menyayangi orang-orang di sekitarnya," kata Rafiek.
"Dengan munculnya percakapan yang berisi dan menggambarkan rasa kasih saya kepada orang lain akan menimbulkan kehidupan yang aman dan damai. Tokoh Rahul Khanna mampu berbicara dan bersikap sebagai seorang anak yang berbakti pada ibunya, sebagai seorang ayah yang sayang pada anaknya, dan sebagai seorang suami yang sayang pada istrinya," tambahnya.
Baca Juga: Ada Luapan Amarah Di Balik Lirik 'Kuch Kuch Hota Hai' yang Populer
Rahul Khanna yang dibintangi oleh Shah Rukh Khan menjadi tokoh sorotan Rafiek. Ia mendapat identitas diri yang kuat untuk tetap diingat sebagai figur idaman, baik, penyayang, hormat, patuh, dan penuh cinta. Terlihat bagaimana ia mencoba mendapatkan cinta Anjali.
Hal ini sesuai dengan perkataan Giddens (dalam Barker, 2006: 171) bahwa identitas diri terbangun oleh kemampuan untuk melanggenggkan narasi diri yang dibangun karena adanya kontinuitas. Identitas diri Rahul Khanna, menurut Rafiek, terbentuk dari narasi diri sepanjang cerita film.
Ia juga berusaha untuk menumbuhkan nilai kasih sayang kepada istri, ibu, dan anaknya. Menurut Rafiek, nilai kasih sayang dalam keluarga, akan memberikan pelajaran berharga kepada penonton.
Thwaites, Davis, dan Mules (2009: 215) pernah mengatakan bahwa penonton diimajinasikan oleh nilai tertentu (kesatuan, kekuatan, tujuan, sifat moral) bukan karena kualitas esensial yang dimilikinya, tapi representasinya.
Source | : | Berbagai Sumber |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR