Koordinator Program Pelestarian Kukang Yayasan International Animal Rescue Indonesia, Indah Winarti mengatakan, lemahnya pengawasan dan hukuman kepada para pemburu kukang menjadi faktor utama di balik langkanya hewan yang memiliki nama latin Nycticebus coucang ini. Menurut Winar, kekuatan hukum yang dijatuhkan kepada para pemburu kurang memberikan efek jera sehingga tak menyurutkan niat mereka untuk terus memburu.
"Padahal jelas dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati, ancaman yang dijatuhkan adalah kurungan lima tahun penjara serta denda sebanyak Rp 100 juta. Namun pada kenyataanya mereka hanya dihukum selama 5 bulan penjara," ungkapnya, Kamis (20/3).
Winar menambahkan, jika pemerintah tidak tegas dalam menjatuhkan hukuman, maka tidak mungkin kukang di Indonesia dapat punah dalam beberapa tahun ke depan.
"Jelas ini merupakan tugas semua pihak untuk melindungi dan menjaga satwa liar, khususnya kukang," terangnya.
Di dalam Pusat Rehabilitasi Satwa IAR di Bogor, lanjut Winar, lebih dari 200 ekor kukang mendapatkan perawatan, bahkan beberapa diantaranya memiliki kondisi yang sangat memprihatinkan.
"Ada beberapa ekor kukang yang kita dapatkan dari hasil sitaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam dengan kondisi yang parah, seperti gigi taring yang dicabut dengan paksa dan mengalami bulu rontok di sekujur tubuhnya," kata Winar.
Kini, seluruh kukang yang terdapat di Pusat Rehabilitasi IAR Indonesia telah mendapatkan perawatan yang intensif, untuk kemudian akan dillepaskan kembali ke habitat aslinya.
"Sudah banyak kukang yang kami lepaskan kembali ke alam liar, seperti di Taman Nasional Gunung Salak-Halimun Bogor dan di Batu Tegi Lampung," pungkasnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR