Baru-baru ini TIME melansir 100 Tokoh Paling Berpengaruh. Dan majalah TIME memasukkan nama Erwiana Sulistyaningsih (23), buruh migran Indonesia yang disiksa majikannya di Hong Kong, di dalam daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia.
Dalam daftar tersebut Erwiana disejajarkan orang-orang besar lainnya —seperti Robert Redford, Paus Fransiskus, Cristiano Ronaldo, Malala Yousafzai, penulis Arundhati Roy dan penulis fiksi yang baru saja mendapat Pulitzer Donna Tartt— di kategori Ikon, para pembuat perubahan.
TIME memuji keberanian Erwiana melawan majikan yang menyiksanya. Keberanian Erwiana ini membuka mata dunia terkait perlakuan Hong Kong terhadap para buruh migran, dan mendorong kota itu menerbitkan undang-undang perlindungan tenaga kerja migran perempuan.
Aktivis antitrafficking dari Kamboja, Somaly Mam menuliskan tentang Erwiana. "Pada 2013, dia berangkat mengadu nasib ke negara yang menjanjikan. Hanya delapan bulan sesudahnya, dia harus kembali ke Indonesia dengan bekas luka di sekujur tubuh: luka bakar, memar, cedera parah, hampir tidak bisa melihat dan berjalan."
"Tetapi Erwiana tidak bisa dipatahkan, atau dibungkam. Dia bangkit melawan. Dan didukung keluarganya, juga Erwiana mendorong adanya undang-undang baru yang lebih baik dan mampu melindungi orang lain yang mungkin bernasib sama sepertinya, menyoroti penderitaan populasi yang rentan dan seringnya tak kasat seperti buruh migran."
"Dia perempuan pemberani, dan perempuan seperti dialah—yang berani bersuara untuk mereka yang tak bisa bersuara—yang dapat membuat perubahan langgeng."
Sementara itu, juru bicara Badan Koordinasi Migran Asia, Eman Villanueva, dikutip Kompas.com mengatakan, pengakuan TIME terhadap Erwiana ini membawa perhatian dunia terkait perlakukan buruk yang diterima para buruh domestik migran di Hong Kong. "Pengakuan ini membuktikan bahwa isu-isu pekerja domestik migran, perbudakan, eksploitasi dan kekerasan yang mereka alami adalah sesuatu yang harus diperhatikan dunia internasional," ujar Eman.
"Ini akan memperkuat korban-korban lainnya untuk terbuka, dan berjuang untuk mendapatkan hak mereka, serta mencari keadilan," tambah Eman.
Di Hongkong, terdapat sedikitnya 300.000 pembantu rumah tangga, sebagian besar asal Indonesia dan Filipina.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR