Apakah kita sendirian di alam semesta yang maha luas ini? Adakah bentuk kehidupan dan peradaban di luar sana untuk ditemukan?
Apakah kita siap untuk pertemuan itu?
Jawabannya adalah tidak, menurut sebuah studi baru yang dilakukan oleh seorang psikolog khusus syaraf asal Spanyol, yang menemukan bahwa manusia tidak cukup cerdas dan terlalu dipengaruhi agama, untuk dapat menghadapi kontak semacam itu.
Studi tersebut, yang diterbitkan dalam Acta Astronautica, dilakukan oleh Gabriel G. de la Torre, seorang profesor Departemen Psikologi di University of Cádiz di Spanyol, yang juga bekerja dalam proyek-proyek untuk Badan Antariksa Eropa dan Yayasan Sains Eropa.
Untuk studinya, de la Torre menganalisa implikasi-implikasi sosiologis dan etis dari kemungkinan interaksi manusia-makhluk luar angkasa (ET).
"Dapatkah keputusan itu diambil atas nama seluruh planet? Apa yang akan terjadi jika hal itu berhasil dan seseorang menerima sinyal kita? Apakah kita siap untuk kontak semacam ini?" de la Torre bertanya-tanya.
Untuk mendapatkan jawaban-jawaban atas pertanyannya, de La Torre mengirimkan daftar pertanyaan kepada 116 mahasiswa/i di Amerika, Italia dan Spanyol. Survei itu dirancang untuk mempelajari pengetahuan astronomi responden, tingkat persepsi mereka mengenai lingkungan fisik, opini mereka mengenai tempat yang dihuni di alam semesta, kemungkinan kontak dengan makhluk ekstraterestrial maupun pertanyaan religius seperti "Apakah Anda percaya Tuhan menciptakan semesta?"
Jawaban-jawaban mereka mengindikasikan bahwa pengetahuan publik secara umum mengenai alam semesta dan posisi manusia di dalamnya, bahkan di tingkat universitas, masih buruk.
"Terkait hubungan kita dengan kemungkinan kehidupan ekstrateresterial, kita seharusnya tidak bergantung pada cara berfikir dengan referensi moral, karena sangat dipengaruhi agama," ujar de la Torre.
"Mengapa makhluk-makhluk yang lebih intelijen harus 'baik'?" tambahnya.
Rasa penasaran de la Torre mengenai kemungkinan pertemuan manusia dan ET memuncak akibat proyek yang saat ini sedang dipertimbangkan oleh Search for Extraterrestrial Intelligence Institute (SETI) di California.
Proyek SETI ini mulai pada akhir 1960an dan awal 1970an dengan sebuah misi untuk memburu sinyal-sinyal yang dipancarkan oleh intelijen ekstraterestrial.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada beberapa pihak di SETI yang tidak hanya ingin mendengar sinyal dari makhluk luar angkasa, namun juga mengirim pesan pada mereka secara rutin. Proyek yang diusulkan itu disebut "Active SETI", juga diketahui sebagai METI (Pengiriman Pesan pada Intelijen Ekstra Terestrial).
Pemutihan pada Terumbu Karang, Kala Manusia Hancurkan Sendiri Benteng Pertahanan Alaminya
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR