TNI Angkatan Laut menyerahkan aneka barang antik dari muatan kapal tenggelam ke Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Batu Sangkar. Barang-barang itu disita dari kelompok penjarah yang mengambilnya di perairan Bintan, Kepulauan Riau, pekan lalu.
Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut Batam Kolonel Laut R Eko Suyatno menuturkan, sindikat itu melibatkan lima warga Vietnam. Mereka menjadi penyelam. Sementara lima warga negara Indonesia bertugas sebagai awak perahu. ”Mereka ditangkap saat menjarah,” ujarnya, Rabu (28/5), di Batam, Kepulauan Riau.
Para penjarah itu ditangkap awak KRI Kala Hitam dekat Karang Haliputan. Karang itu sudah lama dikenal sebagai salah satu perairan tempat kapal-kapal masa lalu tenggelam. ”Barang antik yang mereka jarah diduga dari kapal Tiongkok yang tenggelam ratusan tahun lalu,” ujarnya.
Dari perahu penjarah disita keramik aneka bentuk. Nilai totalnya diperkirakan mencapai miliaran rupiah. ”Pihak cagar budaya lebih jelas soal taksiran itu,” ujarnya.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Batu Sangkar Fitra Arda menuturkan, pihaknya belum memastikan nilai dan usia benda-benda antik itu. Setelah diterima dari TNI AL, pemerian usia dan taksiran nilai baru akan dilakukan. ”Kami akan memeriksa terlebih dahulu dan melapor ke pusat,” ujarnya.
Belum diketahui akan dikemanakan benda-benda antik itu setelah dari BPCB Batu Sangkar. Hal itu, antara lain, tergantung dari keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Eko menuturkan, para penjarah itu terancam hukuman hingga 10 tahun penjara. Saat ini, mereka tengah diperiksa penyidik TNI AL. ”Selanjutnya akan kami serahkan kepada penuntut umum,” ujarnya. Para penjarah itu melakukan kejahatan serius yang tidak hanya merugikan secara ekonomi. ”Mereka mencuri kekayaan sejarah dan budaya Indonesia,” tutur Eko.
Fitra menuturkan, perairan sekitar Karang Haliputan diduga menjadi tempat banyak kapal tenggelam. Dari beberapa kali pengangkatan, legal ataupun ilegal, kapal karam berusia lebih dari dua abad.
Kapal-kapal itu melewati perairan itu karena masuk rute pelayaran internasional. Namun, pada masa lalu perairan itu sempit dan banyak karang. Meski berbahaya, perairan itu tetap menjadi rute pelayaran yang ramai. ”Navigasi di masa lalu tidak sebaik sekarang, jadi banyak kecelakaan di rute itu,” ujarnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR