Rasa bangga patut disematkan kepada peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini. Ialah Dr. Wuri Wuryani, peneliti madya dari Pusat Penelitian Kimia LIPI.
Wuri merupakan salah satu orang yang berkontribusi dalam raihan penghargaan Nobel Perdamaian yang diperoleh oleh Organisasi Pelarangan Senjata Kimia atau Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) belum lama ini. (Lihat di sini)
Wuri pun merasa bangga atas andilnya dalam organisasi tersebut karena membawa nama LIPI di ranah internasional.
“Saya senang atas hadiah Nobel Perdamaian yang diberikan kepada OPCW. Itu artinya hasil kerja kami selama ini mendapatkan apresiasi yang luar biasa,” ungkapnya, Selasa (10/6) lalu via telepon.
Ia mengungkapkan, OPCW meraih Nobel itu setelah The Norwegian Nobel Committee memutuskan untuk menganugerahkan Hadiah Nobel Perdamaian 2013 kepada organisasi tersebut berkat upayanya yang konsisten dan terus menerus untuk memusnahkan senjata kimia.
Dikatakan doktor bidang kimia pangan ini, dirinya bekerja di organisasi pelarangan senjata kimia tersebut sejak 1999 hingga 2009. “Saya menjadi salah seorang inspektur di OPCW,” tambahnya.
Tugas berat OPCW
Ibu dua putra itu menjelaskan, OPCW merupakan sebuah organisasi yang memiliki tugas berat namun mulia yaitu bertindak sebagai pengawas pelarangan senjata kimia dalam lingkup global.
Organisasi tersebut dibentuk oleh negara-negara yang telah meratifikasi traktat internasional atau dikenal dengan Konvensi Tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta Tentang Pemusnahannya yang disingkat menjadi Konvensi Senjata Kimia (KSK).
Tujuan dari pembentukan organisasi ini, antara lain agar mandat yang diemban KSK dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Sekretariat Teknis OPCW berkedudukan di den Haag, Belanda dan telah berfungsi penuh sejak KSK diberlakukan (entry into force) yaitu terhitung sejak 29 April 1997.
Semenjak diberlakukannya KSK tersebut, telah dilakukan lebih dari 5.000 inspeksi pada ratusan fasilitas yang aktivitasnya terkait dengan senjata kimia dan mencakup hampir 2.000 kawasan industri di 86 negara anggota yang tersebar di seluruh penjuru dunia.
OPCW telah memverifikasi penghancuran lebih dari 80 persen senjata kimia yang dideklarasikan oleh negara pemiliknya. Selain itu, OPCW juga mengimplementasi berbagai cara agar senjata ini tidak dibuat kembali.
Pemerintah RI sendiri bersama dengan 129 negara lainnya menandatangani Konvensi ini pada 13 Januari 1993 di Paris.
Selanjutnya dengan mengacu pada UU Nomor 6 Tahun 1998, Pemerintah RI menyerahkan perangkat ratifikasinya KSK ke Sekjen PBB tanggal 12 November 1998. Dengan kata lain semenjak lima belas tahun yang lalu, Indonesia telah menjadi anggota (atau Negara Pihak) pada OPCW.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR