Anak-anak dengan orangtua yang mengidap alergi berisiko tinggi terkena alergi.
Alergi yang terkait makanan bisa dikontrol seiring menguatnya daya tahan tubuh. Hal itu dikemukakan oleh dokter spesialis alergi dan imunologi pada Divisi Alergi Imunologi Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia, Iris Rengganis, Rabu (25/6).
"Sekitar 80 persen dari total kasus alergi karena faktor genetis dan 20 persen disebabkan kekebalan tubuh terkait lingkungan sekitar," katanya.
Kemungkinan alergi pada anak kian besar saat orangtua mengidap alergi. Namun, jenis alergi yang diidap orangtua tak serta-merta menurun pada anaknya. Contoh, ketika ibunya alergi debu, anaknya bisa alergi makanan atau obat.
Ia menambahkan, kemungkinan terjadi alergi karena kekebalan tubuh lebih kecil dibandingkan jika ada faktor keturunan. Lingkungan tak sehat dan terjadi terus-menerus bisa memicu alergi, terutama ketika daya tahan tubuh lemah. Menurut Iris, alergi bisa berubah bentuk.
Sejauh ini ada beragam alergi, antara lain alergi yang dihirup, alergi yang ditelan, alergi yang disuntikkan, dan alergi kontak kulit.
Adapun alergi makanan terjadi karena ada reaksi antibodi dalam tubuh pada kandungan protein dalam makanan. Biasanya reaksinya berupa gatal atau ruam di kulit, dan kadang ssesak napas.
Alergi makanan bisa dikontrol seiring dengan menguatnya kekebalan tubuh.
Salah satu bentuk alergi makanan adalah alergi gluten, protein yang ada dalam tepung terigu, yang memengaruhi perilaku anak dengan autisme. "Alergi gluten banyak dialami anak-anak. Tak bisa dihilang, tapi bisa diatur. Tepung terigu bisa diganti dengan tepung beras," ujar Iris.
Menurut Lusi, ibu dari anak dengan autisme, saat anaknya mengonsumsi makanan mengandung gluten, perilakunya hiperaktif. Karena itu, ia mengganti menu makanan anaknya jadi bebas gluten.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR