Calon wakil presiden Hatta Rajasa menilai revitalisasi balai latihan kerja merupakan salah satu cara dalam meningkatkan daya saing sumber daya manusia di sejumlah daerah yang masih rendah daya saing SDM-nya. Menurut Hatta, pemerintah daerah bisa meminta bantuan untuk revitalisasi tersebut kepada pemerintah pusat.
"Tidak ada cara lain kecuali meningkatkan balai latihan, minta bantuan dari pemerintah pusat untuk revitalisasi balai-balai latihan kerja agar kesenjangan bisa ditingkatkan dan meningkatkan skill (keahlian)" kata Hatta dalam debat cawapres yang berlangsung di Gedung Bidakara, Jakarta, Minggu (29/6). Debat cawapres kali ini mengangkat tema pembangunan sumber daya manusia dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hatta menegaskan, pendidikan merupakan kunci dalam mengurangi kesenjangan. Dia mengatakan, sebanyak 46 persen dari 125 juta angkatan kerja di Indonesia merupakan tamatan sekolah dasar. Hanya 8, lanjutnya, yang merupakan lulusan perguruan tinggi. Untuk itu, menurut Hatta, diperlukan upaya dalam menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan baru untuk memperkecil kesenjangan daya saing tenaga kerja di sejumla daerah.
"Tidak boleh pertumbuhan hanya terjadi di Pulau Jawa, master plain perluasan dengan mengembangkan sumber-sumber pertumbuhan baru dengan berbasiskan kekayaan lokal, dengan dibarengi pusat-pusat unggulan maka putra-putra daerah akan masuk ke pusat pertumbuhan tersebut sambil menikmati pendidikan kejuruan," tutur Hatta.
Sementara itu, calon wakil presiden Jusuf Kalla (JK) menilai sebaiknya ada peningkatan gaji untuk sumber daya manusia Indonesia. Peningkatan gaji diharapkan dapat mencegah mereka bertahan lama bekerja di luar negeri.
Hal itu disampaikan JK dalam debat capres di Hotel Bidakara, Jakarta, Minggu (29/6) malam, dengan tema dengan tema "Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Iptek".
JK melihat banyaknya SDM Indonesia yang bekerja ke luar negeri, baik yang memiliki banyak kemampuan maupun yang kurang. Kondisi itu, kata JK, memiliki sisi positif dan negatif.
Sisi positifnya, ucap JK, negara mendapatkan defisa. Namun, sisi lain Indonesia akan kekurangan orang-orang yang handal.
Maka, kata pria yang juga berprofesi sebagai pengusaha itu, perlu adanya perhatian terhadap gaji di dalam negeri. "Mereka harus dihargai sesuai profesinya," kata JK.
JK menekankan bahwa tidak bisa melarang mereka yang ingin bekerja di luar negeri. Hal itu tetap dibutuhkan untuk pengalaman mereka. Namun, dengan peningkatan gaji sesuai profesi, meski tidak mesti sama dengan gaji di luar negeri, menurut JK, suatu saat mereka akan kembali ke dalam negeri.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR