Apakah junta militer memberlakukan sensor kepada semua media nasional di Thailand? Tiga bulan setelah kudeta militer terjadi, sejumlah pakar berdiskusi untuk menjawabnya. Mereka adalah Ketua Dewan Pers Nasional Thailand Chakkrish Permpool, kolumnis Athikkit Sawangsuk, dan mantan dosen komunikasi di Universitas Chulalongkorn, Ubonrat Siriyuvasak.
Dalam diskusinya bersama BBC Thailand, Chakkrish mengatakan bahwa secara alami tidak akan ada kebebasan pers di bawah kudeta di Thailand. Walau situasi kali ini tidak lebih buruk dari kudeta-kudeta sebelumnya, dia mendorong media-media utama melakukan reformasi.
Pendapat berbeda diberikan oleh kolumnis Athikkit. Dia beberapa kali pernah mengkritik junta dengan cara yang rasional dan beralasan. Namun hingga kini dia mengaku tidak mendapat masalah karena tulisan-tulisannya. Dia yakin bahwa tidak semua kritik disensor oleh junta. Tetapi kriteria tentang kritik mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak hingga saat ini tidak jelas dan kadang membingungkan. Pasalnya, sebagian diizinkan, tetapi sebagian lagi tidak.
Sementara itu, Ubonrat - mantan dosen Universitas Chulalongkorn - memberikan peringkat nol dari 10 terkait kebebasan pers dalam periode awal kudeta. Dia beranggapan situasi cukup membaik setelah tiga bulan, namun tetap memprihatinkan.
Thailand kini berada dalam peringkat 130 dari 180 negara dalam indeks kebebasan pers 2014 yang dikeluarkan oleh lembaga berbasis di Paris, Reporters without Borders
Penulis | : | |
Editor | : | Dini |
KOMENTAR