Homeless World Cup 2014 di Cili pada Oktober nanti sejatinya bukan sekadar main taktik dan strategi sepakbola. Laga ini punya tujuan khusus, dengan pemain khusus pula. (Lihat: Bola bagi Kaum Marjinal)
Pertandingan sejagat ini khusus bagi kalangan tunawisma, pengangguran, masyarakat miskin, mantan narapidana, pengguna narkotika dan pengidap HIV. Dan tujuannya untuk menginspirasi perubahan bagi kehidupan.
“Syarat pemain ditentukan oleh negara masing-masing. Kalau Indonesia, selain tunawisma, juga mantan pecandu, pecandu, pengidap HIV dan orang yang terpinggirkan,” jelas Febby Arhemsyah, manajer tim nasional HomelessWorld Cup 2014.
Tentu saja, juga menimbang fisik, mental, serta teknik bermain bola. Tim nasional Homeless World Cup 2014 terdiri dari pemain yang mengidap virus HIV, mantan pecandu dan masyarakat miskin kota.
Salah satu penjaga gawang tim nasional, Midjuli Santoso mengetahui dirinya mengidap HIV sejak 2010. Lelaki mantan pecandu putaw ini menyadari risiko tertular virus mematikan itu setelah kawan-kawannya meninggal satu per satu.
“Pada 2010 saya masuk rehabilitasi dan tes medis. Baru saya tahu positif (HIV), tapi saya tidak terlalu kaget,” tutur pria berbadan dempak ini. Rampung dari pemulihan, Juli tak lagi menyentuh narkoba. “Alhamdullilah, sudah empat setengah tahun saya bebas obat-obatan dan alkohol.”
Lulus seleksi Homeless World Cup di Bali, Juli punya kesempatan untuk meraih mimpinya sewaktu kecil. Sejak kecil—jamaknya anak-anak—Juli telah menyukai bermain bola. Dia pernah masuk klub Indonesia Muda Surabaya. Dalam tim nasional, Midjuli yang berusia 38 tahun ini adalah tertua.
Rekan Midjuli, Yudi Ramanda bahkan punya pengalaman profesional dalam dunia sepakbola. “Saya pernah main di Divisi Utama Indonesia delapan tahun, dari 2002 sampai 2010. Saya pemain profesional untuk PSDS Deli Serdang, PSMS Medan, Semen Padang dan Persikota Tangerang,” papar Yudi.
Dia juga turut mengharumkan nama Indonesia saat bermain di tim nasional U-19. Bersama tim nasional itu, Yudi meraih juara II saat pertandingan di Thailand pada 2001.
Dengan melibatkan banyak negara, kompetisi ini meruapkan aura Piala Dunia.
Pada 2010, saat dia kembali merumput bersama PSDS, Yudi didera cedera lutut dan menjalani operasi. Sejak itu pula karir sepakbolanya mulai menurun.
“Ada konflik juga dengan keluarga,” papar Yuli. Tekanan cedera dan keluarga yang renggang membuat Yuli limbung.
“Di situlah saya jatuh dalam narkoba.”
Sejak April 2014, selesai menjalani rehabilitasi, Yudi mulai bermain bola klub-klub di Medan, Sumatra Utara. Tenaga dan pikiran mantan pemain Persikota Tangerang 2008-2009 ini bakal bermanfaat bagi tim nasional Homeless World Cup 2014.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR