Wilayah Indonesia memang rawan banjir dan longsor. Berdasarkan peta bencana di Indonesia terdapat 315 kabupaten/kota yang berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari banjir dengan jumlah penduduk 61 juta jiwa di daerah tersebut. Sedangkan longsor, ada 274 kabupaten/kota yang berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari longsor dengan jumlah penduduk 124 juta jiwa di daerah tersebut.
Di Jakarta dan sekitarnya, data historis selama ini menunjukkan musim hujan terjadi pada Desember dan Januari/Februari. Puncak hujan pada Januari dan Februari.
Berdasarkan hitung-hitungan itu, BNPB memprediksi ancaman banjir pada awal tahun depan dan cakupan persebaran genangan. Tepatnya pada minggu ketiga Januari, banjir diperkirakan terjadi di 634 RW yang tersebar di 125 kelurahan dan 37 kecamatan di seluruh Jakarta. "Jumlah penduduk terdampak banjir kami perkirakan 276.999 jiwa," kata Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, di Jakarta pada akhir November lalu.
Selama ini, banjir sering terjadi karena turun hujan dengan intensitas sangat tinggi pada satu waktu. Potensi banjir kian besar dengan naiknya debit air di 13 sungai yang bermuara di Jakarta. Ditambah lagi, banjir Jakarta adalah permasalahan kompleks yang sudah saling terkait berbagai akibat seperti tata ruang dan tatanan sosial masyarakat.
Persiapan banjir masih terus dilakukan, baik oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun BNPB. Menurut Sutopo, BNPB sudah mendekatkan peralatan dan personel ke titik-titik rawan banjir.
Selain itu, BNPB menyediakan Rp75 miliar untuk penanggulangan banjir. Dari jumlah itu, Rp8 miliar di antaranya disiapkan untuk modifikasi cuaca.
"Namun demikian, pelaksanaan modifikasi cuaca dilakukan jika ada permintaan dari Gubernur DKI Jakarta," katanya. "Berdasarkan pengalaman banjir Jakarta 2013 dan 2014, modifikasi cuaca ini mampu mengurangi hujan sekitar 32 persen. Awan-awan yang akan masuk wilayah Jakarta dijatuhkan lebih dahulu di laut. Selain itu juga dihambat pertumbuhan awannya agar tidak menjadi hujan lebat. Teknologi modifikasi cuaca ini sudah banyak diterapkan di banyak negara," imbuhnya.
Dia berharap pula, masyarakat ikut mempersiapkan logistik pribadi untuk tiga hari sebagai langkah antisipasi jika harus mengungsi atau terdampak banjir. Warga diimbau tidak membuang sampah sembarangan.
Sutopo menambahkan, normalisasi Kali Pesanggrahan, Kali Angke, dan sodetan Ciliwung-Kanal Timur masih terkendala persoalan pembebasan lahan.
Kepala Bagian Sumber Daya Alam Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang Taufik Syazaeni mengakui, normalisasi Kali Angke belum merata karena proyek dilakukan bersamaan dengan proses pembebasan lahan. Normalisasi Kali Angke di Kota Tangerang sepanjang 21,9 kilometer. Normalisasi Kali Angke ini, kata Taufik, akan membebaskan Perumahan Ciledug Indah 1 dan 2, dan Puri Kartika dari banjir.
Sementara itu, Guru Besar Manajemen Lanskap Institut Pertanian Bogor Hadi Susilo Arifin menyarankan pemerintah daerah di Jabodetabek membuat sodetan yang berfungsi sebagai tempat parkir air guna mengurangi dampak banjir akibat sungai meluap.
"Jika dibuat di bantaran sungai yang berstatus tanah negara, biaya pembuatan bisa ditekan," kata Hadi dalam sebuah diskusi fokus grup. Hadi menyarankan, pembuatan sodetan agar segera diwujudkan di Ciliwung. Sungai ini mengalir sepanjang 117 kilometer dari Kabupaten Bogor sampai Jakarta Utara.
Sebenarnya, dikatakan Sutopo, banjir dan longsor adalah tipe bencana yang slow on set. Bencana yang terjadi secara perlahan dapat dideteksi sehingga kesiapsiagaan bisa dilakukan oleh semua pihak.
"Saat ini, bencana masih dilihat sebagai ad-hoc. Artinya hanya fokus saat tanggap darurat. Setelah itu lupa. Padahal pengurangan risiko bencana adalah investasi dalam pembangunan," ujarnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR