Komisi Kesehatan dan Lingkungan Organisasi Kesehatan Dunia mengidentifikasi polusi udara di perkotaan menjadi masalah pokok kesehatan lingkungan yang harus menjadi prioritas penanganan. Jika pencemaran terus dibiarkan, akan menimbulkan kerugian berantai. Hal itu tidak saja terhadap kesehatan warga kota, tetapi juga faktor biaya.
Demikian disampaikan Syafrin Limputo, Kepala Bidang Pengendalian Operasional Dinas Perhubungan DKI Jakarta, saat mempertahankan desertasi doktor berjudul ”Model Hubungan Emisi dan Kualitas Kawasan Hijau Perkotaan” di Universitas Indonesia, Sabtu (6/12), di Jakarta. Bertindak sebagai promotor Prof Dr Ir Sutanto Soehodho, M.Eng.
Menurut Syafrin, profil kesehatan lingkungan DKI Jakarta menunjukkan sekitar 46 persen penyakit gangguan pernapasan dan 32 persen kematian yang diperkirakan terkait pencemaran udara. (Baca: Manfaat Ruang Terbuka Hijau Untuk Kesehatan)
Salah satu kontributor terbesar adalah sektor transportasi. Berdasarkan data Dinas Perhubungan DKI Jakarta 2014, jumlah kendaraan bermotor di wilayah DKI Jakarta telah mencapai 9,3 juta unit dengan tingkat pertumbuhan kendaraan dalam lima tahun terakhir 8,12 persen per tahun. (Baca: Sistem Transportasi Publik Jakarta Butuh Penyegaran)
Kendaraan bermotor memberikan kontribusi gas buang sebagai sumber polusi udara Jakarta sebesar 70 persen. Di sisi lain, keberadaan lahan ruang terbuka hijau (RTH) dan lahan tidur, berdasarkan data Dinas Tata Ruang DKI Jakarta 2009, mencapai 33 persen. Dengan demikian, tidak ada jaminan pemulihan pencemaran udara Jakarta akibat gas buang.
Karena itu, kata Syafrin, daerah perkotaan dengan berbagai aktivitasnya, seperti di daerah permukiman, transportasi, komersial, industri, dan sektor penunjang lainnya merupakan kegiatan berpotensi mengubah kualitas udara perkotaan. Pembangunan fisik kota dan berdirinya pusat-pusat industri yang diikuti melonjaknya produksi kendaraan bermotor mengakibatkan peningkatan kepadatan lalu lintas. Itulah salah satu sumber pencemar udara.
Agar kualitas udara tidak terus memburuk, Syafrin menyarankan upaya pengendalian pencemaran udara, yang sangat tergantung dari kawasan hijau perkotaan.
Emisi dan curah hujan
Syafrin menyarankan agar pemerintah melakukan penyesuaian terhadap penetapan luasan RTH perkotaan dengan memasukkan aspek pengendalian terhadap pencemar dan kualitas RTH. Kalangan industri disarankan menerapkan penggunaan teknologi kendaraan bermotor yang ramah lingkungan.
Khusus kepada Pemprov DKI, Syafrin menyarankan untuk melakukan pengendalian terhadap sumber pencemar primer dengan merealisasikan rencana pembatasan lalu lintas, memperbaiki sistem angkutan umum, dan membangun fasilitas pejalan kaki yang terintegrasi dengan sistem angkutan umum.
Selain itu, dia juga menyarankan perbaikan kualitas RTH, penyediaan taman kota di tingkat RT dan RW dengan mendistribusikan pohon-pohon yang dapat memperbaiki kualitas RTH kepada masyarakat.
Tak kalah pentingnya, ujar Syafrin, sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya menjaga dan merawat tanaman di lingkungan RT/RW, serta mendorong swasta untuk membangun taman-taman kota sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR