Berawal dari seorang Brahmana yang bernama Ida Bagus Taskara seorang yang memiliki sifat tercela. Akalnya yang pandai digunakan untuk mencuri kambing disetiap kesempatan, dan tidak ada seorang pun yang curiga dengan dirinya. Namun ia pernah dipergoki oleh seorang penduduk, sedang melancarkan aksinya. Lalu berteriaklah para penduduk sekitar dan tak berhasil menangkapnya karena ia sangat lincah.
Ia berlari memasuki hutan hingga sampai di pasraman, sebuah tempat untuk mengasingkan diri disebuah gunung. Ia bertemu dengan pendeta Buddha Bhairawa yang sedang bertapa dan diterimanya ia untuk tinggal bersama.
Melayani kebutuhan pertapaan sang pendeta dan semakin menyadari bahwa perbuatannya dulu sangatlah sesat dan sifatnya berubah semakin baik, hingga pendeta memberikan ilmu kerohanian hingga Ida Bagus Taskara dianjurkan untuk bertapa. Dalam pertapaannya ia harus menggunakan beberapa organ tubuh manusia sebagai persyaratan, selama tahap pertapaan ia selalu dibimbing oleh pendeta hingga sang pendeta meninggalkannya karena melihat Ida Bagus Taskara sudah semakin matang.
Muncullah Batari Durga untuk menyampaikan pesan kepadanya, “Hai Taskara, kau sangat teguh dan tabah dalam menjalankan tapa, kau telah berhasil. Namun ada syarat yang harus kamu patuhi, terlarang bagimu pulang ke rumah asalmu dalam bulan kesembilan dalam hitungan Saka, sekalipun ada keperluan yang sangat penting” Batari Durga lenyap.
Sang pendeta melihat Ida Bagus Taskara semakin matang, setelah diberkahi Batari Durga, sang pendeta pun membaptisnya dengan mengganti nama Ida Bagus Taskara menjadi Ida Pedanda Witaskara yang telah menjadi pendeta di hutan ini.
Kehidupan baru sebagai pendeta membuatnya semakin taat dalam ajaran yang diyakini, sambil berjalan menikmati gunung-gunung dan keindahan hutan, ia bertemu dengan gadis yang sangat cantik. Gadis itu adalah Gandarwa (mahluk penghuni surga) yang diturunkan oleh Batari Durga.
Melalui tahap-tahap, lalu menikahlah mereka dan hidup bersama hingga melahirkan seorang anak. Anak yang telah berjalan tepat pada bulan ke sembilan pada kalender saka. Sang istri berkeinginan untuk pergi ke kota melihat tempat asal suaminya dan sebelumnya belum pernah menginjakkan kaki di kota.
Mengingat larangan Batari Durga, yang melarangnya untuk kembali ke tempat asal tepat pada bulan ke Sembilan kalender saka. Berusaha agar istrinya tidak kesana namun, sangat kuat keinginan sang istri untuk pergi ke kota. Akhirnya ia menemani istri dan anaknya, walaupun harus mati sekalipun ia lakukan untuk istri dan anaknya.
Di hari yang sama, seorang raja di kerajaan kota itu kehilangan seekor kambing dan memerintahkan kepada seluruh penghuni kerajaan untuk mencari kambing itu dan membunuh pencurinya.
Melihat seorang pendeta Witaskara yang dibelakangnya terdapat seekor kambing betina namun Witaskara tidak melihatnya. Tanpa berpikir panjang, beberapa penghuni kerajaan itu menghajar pendeta Witaskara sampai meninggal dunia bersamaan dengan lenyapnya kambing betina begitu saja.
Melihat itu, para penghuni kerajaan yang telah membunuhnya pun bingung dan menyesali perbuatannya itu. Demikianlah akibat orang yang berani melanggar perintah dewata.
Penulis | : | |
Editor | : | Heni |
KOMENTAR